Dari 775 pasien penerima Molnupiravir, hanya 7,3 persen dirawat di RS pada hari ke-29, dibandingkan dengan 14,1 persen dari mereka yang menggunakan plasebo, yang artinya ada pengurangan risiko relatif sekitar 50 persen (dari kemungkinan harus dirawat di rumah sakit).
Ada juga delapan kematian pada kelompok plasebo tetapi, secara signifikan, tidak ada kematian pada kelompok penerima obat.
Baca Juga:
Ancam Kesehatan, BPOM Amankan Obat Ilegal Bernilai Rp 8,1 Miliar di Jawa Barat
Khasiat obat tersebut dikatakan tahan terhadap varian yang menjadi perhatian, termasuk Delta, dan obat tersebut diklaim memiliki profil keamanan yang baik.
Hasilnya cukup meyakinkan sehingga komite pemantau data independen dalam konsultasi dengan FDA memutuskan untuk menghentikan uji coba lebih awal, yang menunjukkan mereka merasa tidak etis untuk melanjutkan dengan kelompok plasebo.
Merck mengatakan pihaknya berencana untuk mengajukan aplikasi untuk Izin Penggunaan Darurat (EU) ke FDA sesegera mungkin berdasarkan temuan ini dan berencana untuk mengajukan aplikasi pemasaran ke badan pengatur lain di seluruh dunia.
Baca Juga:
BPOM Tingkatkan Asistensi untuk Percepat Penyediaan Obat Berkualitas
Tanggapan dari komunitas medis tampak positif, dengan beberapa catatan kehati-hatian.
"Ini bukan pengganti vaksinasi. Ini bukan obat ajaib tapi alat pendamping," cuit Peter Hotez, dekan Rumah Sakit Anak Texas.
Hotez juga mengingatkan jika obat tersebut digunakan secara sembarangan, masyarakat dapat mengembangkan resistensi terhadap obat tersebut.