"Jika ini digunakan tanpa pandang bulu, ini bisa menjadi masalah dengan obat antivirus."
Para ahli juga mengatakan sangat penting untuk memberikan obat lebih awal. Karena tidak selalu jelas siapa yang berisiko terkena penyakit parah, itu akan memiliki dampak terbesar jika cukup murah untuk didistribusikan secara luas.
Baca Juga:
Ancam Kesehatan, BPOM Amankan Obat Ilegal Bernilai Rp 8,1 Miliar di Jawa Barat
Badan penyakit menular Uni Eropa pada Kamis (2/9/2021) mendesak negara-negara anggotanya untuk melanjutkan program vaksinasi virus corona utama mereka dan mengecilkan kebutuhan booster vaksin.
Molnupiravir termasuk dalam kelas obat antivirus yang disebut "inhibitor polimerase", yang bekerja dengan menargetkan enzim yang dibutuhkan virus untuk menyalin materi genetiknya, dan memperkenalkan mutasi yang membuat virus tidak dapat bereplikasi.
Obat-obatan semacam itu diharapkan lebih tahan terhadap varian baru daripada perawatan antibodi monoklonal, yang menargetkan protein permukaan virus yang terus berkembang.
Baca Juga:
BPOM Tingkatkan Asistensi untuk Percepat Penyediaan Obat Berkualitas
Awalnya, tim peneliti Emory University mengembangkan obat ini sebagai penghambat influenza dan virus pernapasan syncytial, dua infeksi pernapasan akut penting lainnya.
"Jika terbukti sangat aman dan terbukti efektif, maka dapat digunakan secara luas, terlepas dari diagnosisnya, untuk mengobati dan mencegah berbagai infeksi saluran pernapasan," kata Daria Hazuda, chief scientific officer Merck dari pusat sains eksplorasi perusahaan, kepada AFP dalam sebuah wawancara baru-baru ini. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.