“Kami kerap menggunakan tes keseimbangan ini sebagai alat diagnostik untuk mengidentifikasi potensi penyakit,” terang Paraminder Padgett, ahli saraf dan terapis fisik di Dartmouth Hitchcock Medical Center.
“Ketidakseimbangan bisa disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik, tetapi juga bisa menunjukkan adanya gangguan neurologis.”
Baca Juga:
Pemerintah Genjot Gerakan Nasional TOS TBC, Targetkan Penurunan Kasus Signifikan pada 2025
Berbagai penyakit kronis seperti diabetes, artritis, multiple sclerosis, Parkinson, hingga Alzheimer diketahui mampu memengaruhi keseimbangan secara perlahan.
Beberapa menyerang sistem saraf dan propriosepsi (kemampuan tubuh untuk menyadari posisi dan gerakan), sementara yang lain mengganggu fungsi otak dan kemampuan mengambil keputusan, semuanya berdampak pada stabilitas tubuh.
Keseimbangan Setelah Usia 40 Tahun
Baca Juga:
Influenza Merebak Saat Cuaca Tak Menentu, dr. Pompini: “Dalam Satu Rumah Bisa Cepat Menular”
Berbagai sistem dalam tubuh bekerja sama untuk menjaga keseimbangan, mulai dari penglihatan, sistem somatosensorik (yang menangkap informasi dari kulit, otot, dan sendi), hingga sistem vestibular di telinga bagian dalam.
Sayangnya, sistem-sistem ini mulai mengalami penurunan fungsi setelah usia 40 tahun, terlebih jika gaya hidup kurang aktif.
“Seperti kulit yang mulai berkeriput seiring usia, otak juga mengalami perubahan struktural serupa,” ujar Padgett.