WAHANANEWS.CO, Jakarta - Seorang guru sekolah dasar berinisial BEKD (60) di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian atas dugaan melakukan tindakan asusila terhadap sejumlah siswanya.
Penetapan tersangka dilakukan oleh Polres Sabu Raijua setelah proses penyelidikan mendalam, dan saat ini BEKD telah ditahan.
Baca Juga:
Tembus Rp 50 Triliun, Program MBG Jabar Kalahkan Besaran APBD
Kapolres Sabu Raijua, AKBP Paulus Naatonis, membenarkan penetapan status tersangka terhadap BEKD.
Ia menjelaskan bahwa perbuatan tersebut diduga dilakukan di lingkungan sekolah tempat BEKD mengajar, tepatnya di SD Negeri Lobolaw, Desa Ramedue, Kecamatan Hawu Mehara.
"Iya, guru tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka dan telah kami tahan," ujar Paulus saat dikonfirmasi, Jumat (30/5).
Baca Juga:
Lecehkan 24 Pelajar, Guru SD di NTT Terancam Penjara 15 Tahun
Berdasarkan hasil penyelidikan, jumlah siswa yang diduga menjadi korban sebanyak 24 orang, seluruhnya merupakan siswa kelas VI. Sementara BEKD sendiri merupakan wali kelas IV di sekolah tersebut.
Kasus ini mulai terungkap setelah salah satu orang tua siswa melaporkan dugaan tindakan tidak pantas tersebut ke Polres Sabu Raijua pada Rabu (14/5/2025).
Laporan tersebut langsung ditindaklanjuti dengan penyelidikan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polres Sabu Raijua.
Penyidik telah melakukan klarifikasi terhadap 10 dari 24 anak yang diduga menjadi korban, serta meminta keterangan dari tiga guru dan pihak pelapor. Proses ini rampung pada 19 Mei.
Dari hasil penyelidikan, BEKD diduga menunjukkan konten video tak pantas kepada para siswa melalui ponsel pribadinya, sebelum kemudian melakukan tindakan tidak semestinya terhadap para korban.
Polisi juga telah menyita ponsel milik tersangka untuk dianalisis lebih lanjut, dengan bantuan tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTT.
“Polres juga berkoordinasi dengan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Anak Sabu Raijua untuk mendampingi para korban,” tambah Paulus.
Selain itu, UPTD PPA Provinsi NTT turut menghadirkan saksi psikolog guna memberikan layanan konseling kepada para siswa dan menyusun keterangan ahli.
Tersangka dijerat dengan Pasal 82 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]