WahanaNews.co | Seorang kader PDI Perjuangan (PDIP) di Sekotong, Lombok Barat bernisial S (50) dituduh memperkosa anak kandungnya sendiri, hingga babak belur karena diamuk warga.
Melansir VIVA, korban S hingga kini masih dirawat di rumah sakit karena mengalami luka cukup serius. Namun, tuduhan pemerkosaan itu dibantah sang anak korban.
Baca Juga:
Bayu Atmaja, S.H., M.H. Aprisiasi Majelis Hakim PN Sei Rampah Memvonis Terdakwa 10 Tahun Penjara Pelaku Pencabulan
Rencananya, ia dan pengacara ayahnya akan melaporkan kasus penganiayaan terhadap ayahnya di Polres Lombok Barat.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi menjelaskan dalam mengusut kasus tersebut membutuhkan kehati-hatian. Ia mengatakan demikian karena kasus tersebut belum jelas dan tidak memiliki saksi.
“Memang anaknya tidak mengaku diperkosa. Ini harus hati-hati untuk mengeluarkan pernyataan karena sangat rentan sekali,” kata Joko saat dihubungi, Selasa, (18/7/2023) mengutip VIVA.
Baca Juga:
Tersangka Guru SD Cabul di Jaksel Jadi Buronan Polisi
Pun, dia mengatakan, dari hasil visum memang ada bekas luka yang sudah lama di kelamin korban. Namun, korban membantah bahwa ayahnya yang melakukan perbuatan tega tersebut kepadanya.
Dari pengakuan anak korban, dia pernah berhubungan intim dengan kekasihnya, bukan dengan ayahnya. Lalu, dari hasil pemeriksaan medis, korban juga tak terbukti hamil.
“Pengakuan korban memang dulu dia melakukan hubungan sama pacarnya, bukan ayahnya. Pemeriksaan juga korban tidak hamil,” tutur Joko.
Adapun dugaan pemerkosaan ayah kepada anak diduga pertama kali muncul dari keterangan kakak korban. Tapi, korban sendiri membantah pernah bercerita soal pemerkosaan kepada kakaknya. Korban menyebut ada miskomunikasi saat korban dan kakaknya berkomunikasi.
“Kata korban memang ada miskomunikasi antara dia dan kakaknya. Kakak korban mendengar potongan kalimat yang tidak selesai,” ujar Joko.
Joko mengatakan kebenaran kasus tersebut belum diketahui. Namun, korban saat ini masih dibawa pihak keluarga. Dia menyarankan anak yang menjadi korban sebaiknya dititipkan ke negara.
“Dalam hal ini Kementerian Sosial untuk menghindari tekanan pada korban,” ujarnya.
Dia menambahkan dalam kasus hubungan sedarah (incest) memang ada kecenderungan korban melindungi pelaku. Maka itu, kasus tersebut harus hati-hati ditangani.
“Memang ada kecenderungan dalam kasus incest korban akan melindungi pelaku karena masih hubungan keluarga. Makanya harus hati-hati dalam menangani kasus tersebut,” katanya.
Dia mengatakan dalam kasus ini perlu ada keterlibatan psikolog untuk mendampingi korban. Apalagi dalam kasus yang pelakunya belum bisa dipastikan.
“Penting untuk ada pendampingan psikolog. Dari peristiwa ini kehadiran psikolog sangat penting,” ujarnya.
[Redaktur: alpredo]