WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus dugaan pemerasan yang menjerat Nikita Mirzani semakin berat, membuatnya sulit menghindar dari tuduhan.
Pada Selasa (4/3/2025), setelah menjalani pemeriksaan selama tujuh jam, Nikita resmi ditahan oleh Polda Metro Jaya.
Baca Juga:
Kasus Pemerasan Nikita Mirzani, Masa Penahanan Diperpanjang 40 Hari
Laporan awal datang dari Reza Gladys, yang mengaku diperas dan diancam oleh Nikita senilai Rp 5 miliar. Laporan tersebut akhirnya berujung pada penangkapan Nikita dan asistennya, Mail Syahputra.
Namun, baru-baru ini terungkap bahwa bukan hanya Reza Gladys yang menjadi korban. Sejumlah pihak lain mulai angkat suara, meskipun sebagian masih enggan berbicara secara terbuka.
Salah satu nama yang ramai diperbincangkan adalah Dokter Richard Lee. Dugaan ini mencuat setelah rekaman percakapan antara Dokter Oki Pratama dan Reza Gladys beredar.
Baca Juga:
Razman Arif Ancam Ambil Langkah Hukum Terhadap Vadel Badjideh dan Keluarganya
Dalam rekaman tersebut, Oki menyebut bahwa Richard juga pernah membayar "uang damai" kepada Nikita.
Richard sendiri sempat mengungkap di sebuah akun gosip bahwa ia menjadi korban pemerasan sebesar Rp 2 miliar oleh Nikita.
"Apa saya harus buka suara, ya?" tulisnya dalam sebuah unggahan, yang kemudian memicu berbagai reaksi dari rekan sesama selebriti.
Banyak pihak menyarankan Richard untuk segera melaporkan kasus ini ke kepolisian agar praktik pemerasan yang diduga dilakukan Nikita bisa terungkap sepenuhnya.
Selain Richard, warganet mulai menyoroti sejumlah pengusaha yang pernah terseret dalam kontroversi dengan Nikita, termasuk pemilik brand kecantikan Daviena dan beberapa pemilik skincare ternama di Jawa Barat.
Sementara itu, dugaan pemerasan yang mencapai angka Rp 15 miliar turut mencuat setelah Dewi Perssik memberikan pernyataan di media sosialnya.
Ia menyebut ada korban lain yang mengalami kerugian besar, tetapi memilih untuk tidak mengungkap identitasnya.
Fenomena ini mendapat perhatian dari pengamat sosial Nia Leviani, yang menyoroti bagaimana media sosial dapat memperbesar efek sebuah kasus hukum.
"Kasus ini menjadi bukti bahwa ruang digital kini berperan besar dalam membentuk opini publik. Saat sebuah isu viral, tekanan sosial bisa menjadi lebih berat dibanding proses hukum itu sendiri. Belum tentu semua yang viral itu benar, tapi efeknya bisa sangat mempengaruhi persepsi masyarakat dan bahkan jalannya kasus," ujar Nia Leviani pada WahanaNews, Selasa (4/2/2025).
Ia juga menambahkan bahwa dalam fenomena seperti ini, perlu kehati-hatian dalam memilah informasi agar tidak terjebak dalam opini yang belum tentu berdasarkan fakta hukum.
Dengan semakin banyaknya korban yang bermunculan dan diskusi di media sosial yang terus berkembang, kasus ini diperkirakan akan semakin panjang dan menarik perhatian publik lebih luas.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]