WAHANANEWS.CO, Bandung - Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) terus berkembang.
Jumlah korban yang diduga mengalami kekerasan seksual oleh Priguna Anugerah Pratama (31) kini bertambah menjadi tiga orang.
Baca Juga:
Skandal Dokter Residen di RSHS: Tiga Wanita Diduga Diperkosa dalam Sepekan
Dari tiga korban tersebut, dua di antaranya merupakan pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, mengungkapkan bahwa peristiwa pemerkosaan terhadap para korban terjadi dalam waktu yang berbeda-beda.
Modus yang digunakan oleh pelaku pun memiliki pola yang sama, yakni membius korban sebelum melancarkan aksinya.
Baca Juga:
Buntut Kasus Pemerkosaan Dokter PPDS, DPR Akan Panggil RSHS Hingga Kemenkes
"Satu korban yang kami tangani adalah FH, keluarga pasien. Sementara dua korban lainnya masih berada di rumah sakit dan belum dapat kami periksa lebih lanjut," ujar Kombes Surawan dalam konferensi pers di Mapolda Jabar pada Rabu (9/4/2025).
Surawan menjelaskan bahwa satu dari dua korban yang belum diperiksa sempat akan dimintai keterangan oleh penyidik, namun proses pemeriksaan tertunda karena libur Lebaran.
"Sebelum Lebaran, kami sebenarnya sudah berencana meminta keterangan dari salah satu korban. Namun, keburu memasuki masa liburan," jelasnya.
Pihak kepolisian tidak menutup kemungkinan adanya korban lain yang belum melapor. Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengimbau masyarakat yang merasa menjadi korban dari pelaku agar segera melapor ke pihak berwenang.
"Kami membuka layanan pengaduan bagi siapa pun yang mengalami kejadian serupa. Ada kemungkinan jumlah korban bertambah, tetapi kami menunggu laporan dari korban berikutnya," ungkapnya.
Sementara itu, Universitas Padjadjaran (Unpad) memberikan tanggapan terkait kasus dugaan pemerkosaan yang melibatkan mahasiswa PPDS berinisial PAP (31).
Rektor Unpad, Arief Kartasasmita, menyampaikan keprihatinannya dan menegaskan bahwa pihak kampus tidak akan mentoleransi segala bentuk pelanggaran hukum dan norma.
"Kami sangat prihatin dengan kejadian ini. Unpad tidak akan menoleransi tindakan yang melanggar hukum, norma akademik, maupun etika profesi. Kasus ini menjadi evaluasi serius bagi kami dalam membangun sistem pengawasan yang lebih ketat," ujar Arief dalam pernyataannya pada Rabu (9/4/2025).
Sebagai langkah preventif, Unpad akan memperketat sistem pengawasan terhadap mahasiswa di semua jenjang pendidikan, termasuk peserta PPDS.
Selain itu, kampus juga tengah merancang kebijakan internal baru yang mengatur sanksi tegas bagi sivitas akademika yang terbukti terlibat dalam tindak pidana.
Arief memastikan bahwa pelaku telah dikeluarkan dari program spesialis setelah terbukti secara internal melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum dan kode etik profesi kedokteran.
"Yang bersangkutan sudah tidak lagi tercatat sebagai mahasiswa Unpad. Kami akan memperkuat aturan internal agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang," tegasnya.
Lebih lanjut, Unpad juga berkomitmen untuk memberikan pendampingan kepada korban dengan bekerja sama dengan pihak RSHS dan kepolisian.
Arief berharap upaya ini dapat menjadi bagian dari proses pemulihan dan pencarian keadilan bagi para korban.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]