WAHANANEWS.CO, Jakarta - Syahruna, salah satu tersangka utama dalam kasus pabrik uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, memegang peran sentral sebagai operator mesin pencetak uang palsu.
Pria kelahiran 1973 asal Ujung Pandang Baru, Makassar, ini kini berusia 52 tahun dan memiliki keahlian khusus dalam memproduksi uang palsu.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Pengusaha dan Politisi ASS Tersangka Utama Pabrik Uang Palsu UIN Makassar
Kemampuannya berawal dari pelajaran yang diberikan oleh dalang kasus ini, Annar Salahuddin Sampetoding (ASS).
Setelah mendapatkan dasar-dasar teknik mencetak uang palsu, Syahruna mendalami keterampilannya secara otodidak.
"Diajarin sama bos ASS, terus disuruh belajar sendiri," ungkapnya, dikutip dari tvOneNews, Rabu (1/1/2025).
Baca Juga:
Tersangka Uang Palsu UIN Makassar Dibawa ke RS Gegera Kesehatan Memburuk
Produksi Uang Palsu Hingga Rp 50 Triliun
Syahruna mengklaim mampu memproduksi uang palsu senilai Rp 50 triliun hanya dalam waktu tiga hari.
Namun, ia menyesalkan penangkapannya sebelum benar-benar mahir mengoperasikan mesin tersebut.
"Andaikan tidak terbongkar, dalam 2-3 hari bahan 40 dus bisa habis jadi uang palsu sebanyak Rp 50 triliun," jelasnya.
Proses produksi uang palsu ini terdiri dari 19 tahapan yang harus dilalui dengan sempurna.
Jika ada satu tahapan yang gagal, uang palsu akan cacat dan terpaksa dibuang.
Tahapan awal dimulai dengan mencetak benang pengaman dan tanda air menggunakan mesin sablon, dilanjutkan dengan cetak UV dan magnetik agar uang dapat lolos dari deteksi mesin pengecekan.
Pada awalnya, Syahruna dan kelompoknya hanya memproduksi dalam jumlah kecil, yakni sekitar satu rim atau 500 lembar uang palsu.
Namun, seiring waktu, produksi semakin meningkat, bahkan seminggu sebelum penggerebekan, mereka bekerja lembur hingga pagi hari untuk memenuhi target.
Operasi di Perpustakaan UIN Makassar
Pabrik uang palsu ini beroperasi secara diam-diam di lantai dua perpustakaan UIN Makassar. Lokasinya berada di sudut dekat kamar mandi, yang disekat khusus dan diberi peredam untuk meredam suara mesin.
Mesin pencetak yang digunakan berasal dari China dengan harga Rp 600 juta.
Mesin tersebut memiliki tingkat presisi tinggi, jauh lebih canggih dibandingkan mesin cetak biasa.
Syahruna dibantu oleh Ibrahim, tersangka lain yang bertugas mengoordinasikan tempat dan situasi.
Produksi dilakukan mulai pukul 11.00 siang hingga 17.00 sore, menyesuaikan dengan jadwal patroli sekuriti untuk menghindari kecurigaan.
Pesanan Khusus untuk Pilkada 2024
Dalam pengakuannya, Syahruna menyebut bahwa pabrik ini sempat mendapatkan pesanan uang palsu untuk Pilkada 2024.
Namun, ia mengaku tidak terlalu menanggapi serius permintaan tersebut.
Syahruna sendiri bergabung dengan pabrik ini setelah dijanjikan bagian dari uang palsu yang diproduksi.
Untuk setiap 10 lembar yang dicetak, ia mendapat satu lembar sebagai upah.
Selain itu, Ibrahim juga menjanjikan akan membelikannya tanah dan rumah.
Kasus ini tidak hanya membuka mata publik tentang modus produksi uang palsu yang terorganisir, tetapi juga menggambarkan bagaimana teknologi dan taktik licik dimanfaatkan untuk tujuan kriminal.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]