“Dalam hal ini, hukuman bagi pelaku ditambah sepertiga, yaitu ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. Korban berhak mendapat rehabilitasi, mengajukan ganti rugi dalam bentuk restitusi, mengajukan pemasangan alat pendeteksi elektronik pada pelaku, dan mengumumkan identitas terdakwa ke publik,” kata Nathalina.
Dari banyaknya kasus penculikan terhadap anak, Nathalina melihat adanya pola yang dapat diidentifikasi.
Baca Juga:
Pegawai BUMN Jadi Bulan-bulanan Warga Cianjur, Diduga Culik dan Lecehkan Siswi SMP
Modus operandi yang biasanya dilakukan pelaku adalah dengan membujuk dan mengelabui korban secara manipulatif.
Pelaku memberi makanan dan minuman, mengajak ngobrol dan jalan-jalan, atau menunjukkan mainan/permainan, gambar, dan tayangan yang menarik bagi anak.
Menurut Nathalina, untuk mencegah terjadinya kasus penculikan anak, diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Langkah preventif dilakukan melalui pengawasan yang proporsional dan tepat, baik melalui teknologi (CCTV, patroli virtual, aplikasi panic button) maupun dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat di area umum, seperti sekolah, tempat les, taman bermain, pusat perbelanjaan, dan transportasi publik.
Baca Juga:
Polsek Perdagangan Ringkus Tiga Pelaku Pencurian Rumah dengan Barang Bukti Senilai 3,5 Juta
Anak harus diberi edukasi agar meminta izin kepada orang tua atau keluarga dan memberi tahu tujuannya jika hendak pergi dengan siapa pun. Anak juga harus diajarkan untuk menolak ajakan, ancaman, dan paksaan dari orang yang tidak dikenal.
Selain itu, jika terjadi kasus penculikan, langkah represif dapat dilakukan dengan melaporkan penculikan pada pihak berwajib agar korban mendapatkan perlindungan yang optimal dan pelaku dapat dihukum secara pidana. [rgo]