"Ketika saya ada di dalam, itu kita setiap hari kerjaan kita merampok. Karena target kita kalau misalnya sebulan itu harus bawa Rp 10 miliar, kita dapatnya hanya Rp 1 miliar, itu kita gak berani pulang," katanya.
Lanjut Ken, jika santri yang tidak mencapai target rampok bulanan tetap pulang ke Al Zaytun, maka santri itu akan dicambuk hingga berdarah-darah.
Baca Juga:
Pendiri NII Crisis Center: Pelaku Teroris Korban Doktrin Sakral Kafir dan Jihad
"Kalau pulang, lepas baju dicambuk. Kalau belum berdarah, belum berhenti," katanya. Ken mengatakan perampokan yang dilakukan santri pada zamannya itu secara tertutup. Perampokan itu juga dilakukan jika pondok pesantren Al Zaytun membutuhkan dana.
"Pernah satu hari kita dapat diatas Rp 1 miliar. Jadi kalau kita butuh dana, kita siapkan tim 5 orang perempuan, palsukan KTP, Ijazah dan Kartu Keluarga. Biasanya juga kita cari komplek elite, kayak Pondok Indah, Permata Hijau Kalibata," katanya.
Ken juga menjelaskan aksi perampokan yang dilakukan oleh santri Al Zaytun itu. Para santri yang sudah disiapkan untuk merampok di kawasan perumahan elite itu harus memastikan kondisi rumah dalam keadaan sepi.
Baca Juga:
Kasus Penodaan Agama, Panji Gumilang Bebas Murni
Setelah itu, santri menghubungi petinggi atau pengurus pondok pesantren agar segera datang dan melakukan aksinya.
"Satu hari majikan pergi, anak sekolah langsung telfon. 'abi rumah kosong. Kita bawa mobil, kalau perlu bawa truk. Harta orang kafir gapapa kita ambil. Jadi kita melakukan kriminal dulu bangga, karena kita menghasilkan banyak," ucapnya.
[Redaktur: Alpredo]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.