WahanaNews.co I Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mengungkapkan perkembangan terbaru terkait kasus pencabulan terhadap 9 santriwati yang dilakukan oleh seorang guru mengaji.
Ato menyebutkan, pencabulan tersebut sudah dilakukan oleh pelaku sejak 5 tahun kebelakang.
Baca Juga:
Bayu Atmaja, S.H., M.H. Aprisiasi Majelis Hakim PN Sei Rampah Memvonis Terdakwa 10 Tahun Penjara Pelaku Pencabulan
Hal itu sesuai keterangan para korban dan saksi-saksi yang melaporkan kejadian ini awalnya ke KPAID sampai diteruskan secara hukum ke Polres Tasikmalaya.
"Ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun lebih, sesuai informasi dari para korban sudah sampai 5 tahun terjadi," jelas Ato kepada wartawan, Rabu (15/12/2021).
Ato menambahkan, selama ini pelaku selain guru pesantren tersebut sekaligus sebagai guru Pembina Pramuka di lembaga pendidikan tersebut.
Baca Juga:
Tersangka Guru SD Cabul di Jaksel Jadi Buronan Polisi
Pihaknya pun selama ini hanya berupaya memenuhi hak perlindungan anak atas kasus yang terjadi di lembaga pendidikan pesantren tersebut.
"Kita tidak ada niat lainnya dalam kasus ini. Tapi di mana ada pelanggaran terkait anak, kita jaga supaya tetap terpenuhi hak perlindungan mereka," tambah Ato.
Adapaun jenis pelecehan seksual terhadap para korban di Tasikmalaya, lanjut Ato, hampir semua korban tidak sampai mengalami hubungan badan.
Namun, selama bertahun-tahun di berbagai tempat lokasi pesantren pelaku selalu memanfaatkan situasi dengan meraba-raba kemaluan korban dan daerah sensitif korban lainnya.
"Guru tersebut tercatat sebagai pembina Pramuka juga. Sampai sekarang masih cabul meraba bagian sensitif santriwati itu. Tapi, fakta lainnya masih kita dalami," pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya hampir tiga pekan lamanya terus mendampingi para korban santriwati yang mengaku dicabuli guru pesantrennya sendiri.
Sesuai penelusuran KPAID Kabupaten Tasikmalaya jumlah korbannya mencapai 9 orang santriwati di pesantren yang sama. Itu pun setelah salah satu korban berani melaporkan kejadiannya ke komisi perlindungan anak yang diikuti oleh korban lainnya dan tercatat jumlahnya menjadi 9 orang.
Pondok pesantrennya sendiri berlokasi di wilayah Tasikmalaya Selatan dan diketahui pelakunya pun sebagai pengurus yayasan pesantren tersebut. Adapun motifnya hampir sama dengan kasus asusila guru pesantren Herry Wirawan di Cibiru, Kota Bandung, yang mencabuli muridnya yang masih berusia antara 15 sampai 17 tahun.
"Sebetulnya kami sudah tiga pekan mendampingi para korban santriwati yang mengaku dicabuli oleh guru pesantrennya sendiri. Jumlahnya sudah 9 orang dan baru lapor ke polisi 2 korban. Para korban usia di bawah umur semua di kisaran umur 15 sampai 17 tahun. Ini oknum ya, oknum bisa di lembaga mana saja," jelas Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, Jumat (10/12/2021) kemarin.
Ato menuturkan, pihaknya pun sebelum mendampingi para korban melaporkan ke Kepolisian, telah mengumpulkan berbagai bukti dan keterangan korban seperti apa pelecehan seksual yang dialaminya oleh guru pesantrennya tersebut.
Sementara itu, Kepala Polres Tasikmalaya AKBP Rimsyahtono, membenarkan pihaknya telah menerima laporan adanya kasus dugaan cabul oleh guru pesantren ke para santriwatinya di wilayah Kabupaten Tasikmalaya tersebut. Sampai sekarang Unit PPA Satreskrim Polres Tasikmalaya sedang menindaklanjuti laporan tersebut dan melakukan penyelidikan. "Siap, sudah ada laporan polisinya, tanggal 7 Desember 2021. Sedang kami tangani," singkat Rimsyahtono, kepada Kompas.com lewat pesan Whatsapp, Jumat (10/12/2021) siang. [bay]