"Menindaklanjuti efisiensi anggaran tahun 2025, kami telah melakukan beberapa pembatalan kegiatan fisik dan pembanguan infrastruktur dan kegiatan yang tidak prioritas," ujar Dody.
Sementara khusus Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga, besaran anggaran yang dipangkas mencapai Rp 24,83 triliun. Ini mencakup peniadaan pembangunan jalan sepanjang 57 kilometer serta peningkatan kapasitas dan preservasi peningkatan 1.102 kilometer jalan, dan preservasi rutin jalan sepanjang 47.603 kilometer serta jembatan 563.402 meter.
Baca Juga:
Mahasiswa Banten dan Jakarta Tinjau Lokasi PSN di Perbatasan PIK2
Kendati demikian, Dody mengatakan bahwa akan mengusahakan mendapatkan anggaran tambahan.
"Setelah itu saya berdasarkan persetujuan, saya menghadap lagi ke Kementerian Keuangan, tolong dibuka anggaran kami, nanti baru kita mikirin lagi untuk preservasi," ungkap Dody.
Sementara itu, sebagaimana tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penyelenggara jalan dalam hal ini pemerintah pusat maupun pemerintah daerah bisa dikenai denda apabila tidak melakukan perbaikan terhadap jalan rusak.
Baca Juga:
Ogah Digusur, Rumah Kakek Ini Kini Berdiri Sendiri di Tengah Jalan Tol
Dalam Pasal 273 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang, bisa dipidana dengan penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 12 juta.
Kemudian dalam Pasal 273 ayat (2) dijelaskan bahwa apabila kecelakaan akibat jalan rusak mengakibatkan luka berat, pelaku atau penyelenggara jalan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
Selanjutya dalam Pasal 273 ayat (3) dijelaskan bahwa apabila kecelakaan akibat jalan rusak mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta.