WahanaNews.co | Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan, pihaknya siap membantu Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri dalam menyediakan akses NIK secara gratis untuk layanan publik. Mereka menilai akses NIK tetap bisa gratis.
"Verifikasi data menggunakan NIK sudah menjadi layanan dasar masyarakat di era digital, sehingga sebaiknya Ditjen Dukcapil Kemendagri tidak mengenakan biaya akses atas barang publik (public goods)," ujar Ketua Umum APJII, Muhammad Arif kepada wartawan, Rabu, 20 April 2022.
Baca Juga:
Pelaku Pencurian Data NIK untuk Aktivasi Kartu Seluler di Bogor Ditangkap Polisi
Dia menyebut validasi dan verifikasi NIK telah menjadi proses KYC (Know Your Customer) di berbagai aktivitas masyarakat, sektor Industri, dan instansi pemerintah.
Kata dia, pemerintah harus mendukung penyediaan tersebut demi inklusivitas dan perlindungan data pribadi masyarakat. Sebab, dia menyebut sampai saat ini masih banyak kebocoran data masyarakat yang bisa diminimalisir lewat validasi dan verifikasi NIK ke server dukcapil.
Terkait biaya operasional sistem, lanjut Arif, Dukcapil disebut bisa menggunakan fasilitas Pusat Data Nasional yang telah dibangun Kementerian Komunikasi dan Infofirmasi dan bersinergi dengan sumber daya SPBE lain untuk membagi beban server Dukcapil. Sebab, menurutnya, sinergi tersebut sangat diperlukan guna mendukung kesuksesan Perpres Satu Data.
Baca Juga:
Usai Gelar Perkara, Kasus Pencatutan NIK Dukung Dharma-Kun Dihentikan Polda Metro
"Data NIK bukan tergolong data yang cepat berubah dan pemrosesannya dilakukan oleh penyedia layanan sesuai sektor pelayanannya. Oleh karena itu, beban server Dukcapil tidak lebih dari penyimpanan dan web service melalui platform arsitektur berorientasi layanan," katanya.
Arif melanjutkan, pungutan biaya atas akses ke server NIK akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat selaku pengguna dan pelaku usaha selaku penyedia layanan.
Pemerintah dinilai perlu mengubah paradigma dari retribusi oriented jadi layanan yang berorientasi pengembangan ekosistem, iklim usaha, dan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan menyehatkan industri dan meningkatkan penerimaan pajak dari bisnis yang sehat.
Untuk itu pengenaan biaya akses NIK dinilai tidak tepat.
“Saat ini biaya penyimpanan sangat murah. Per terabyte (TB) hanya sekitar 15 sampai 17 dolar AS. Dengan harga tersebut, APJII memperkirakan kebutuhan untuk menyimpan data sekitar 274 juta penduduk, dengan masing-masing butuh tempat penyimpanan 20 megabyte (MB), maka hanya butuh 5480 TB. Ini bukan data yang terlalu besar," katanya.
Dia mengatakan, dari sudut pandang jenis data NIK juga bukan yang membutuhkan perhitungan. Dia menegaskan APJII siap membantu Dukcapil mengelola data NIK dengan perangkat teknologi saat ini.
“Teknologi penyimpanan data yang terdistribusi dan terenkripsi juga sudah banyak ditemukan saat ini. Terdistribusi untuk menjamin ketersediaan, sedangkan terenkripsi untuk menjamin privasi dan kerahasiaan," katanya. [qnt]