Prastowo lalu menyoroti pengelolaan anggaran daerah yang masih rendah dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat daerahnya yang semestinya bisa ditingkatkan.
“Kasihan publik dikecoh dengan sikap seolah heroik untuk rakyat. Faktanya ini manipulatif. Justru pusat terus bekerja dalam bingkai konstitusi dan NKRI. Mestinya kita tingkatkan koordinasi dan sinergi, bukan obral caci-maki. Kami meradang lantaran etika publik menghilang,” kata Prastowo.
Baca Juga:
Bupati Meranti M. Adil Pernah Dituding Gasak Uang Bantuan Masjid
Penjelasan Kemenkeu soal DBH
Setelah menyampaikan pandangan tentang pernyataan Adil, Prastowo kemudian menjelaskan mekanisme DBH. Ia menuturkan dalam desentralisasi fiskal, pemerintah pusat setiap tahun menggunakan sebagian pendapatan negara--termasuk dari sektor minyak bumi dan gas--untuk anggaran transfer ke daerah (TKD).
“Ini adalah upaya untuk mendukung pemerintah daerah memberikan pelayanan publik di daerah masing-masing,” kata Prastowo.
Baca Juga:
Kena OTT KPK, Bupati Kepulauan Meranti Punya Harta Rp 4,7 Miliar
Meskipun penerimaan negara dari sektor migas fluktuatif setiap tahun, Prastowo melanjutkan, pemerintah pusat tetap memastikan anggaran TKD selalu terjaga agar pemda dapat melaksanakan tugas dalam pelayanan publik. “Berikut realisasi besaran transfer ke daerah dan penerimaan negara dari sektor migas,” kata dia.
Untuk memitigasi ketidakseimbangan vertikal, termasuk daerah penghasil migas, pemerintah pusat mengalokasikan TKD melalui DBH dari migas secara transparan dan adil sesuai dengan undang-undang. Di samping itu, pemerintah pusat menyalurkannya melalui program atau kegiatan oleh kementerian dan lembaga lewat APBN.
Selain DBH, daerah penghasil migas menerima dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana insentif daerah (DID) serta dana desa dengan alokasi TKD rata-rata mencapai 20 persen dari TKD nasional. Dia menilai angka itu cukup tinggi untuk pembangunan daerah. Di sisi lain, menurut dia, daerah penghasil migas masih memperoleh pendanaan dari PAD.