WahanaNews.co | Pemerintah akan melakukan impor
beras sekitar 1 juta ton pada awal tahun ini.
Klaim
pemerintah, impor terpaksa dilakukan untuk menjaga stok beras nasional.
Baca Juga:
Ombudsman RI: Pemerintah Diminta Kaji Ulang Kebijakan Impor Beras
Beras
impor akan digunakan untuk menambah cadangan atau pemerintah menyebutnya dengan
istilah iron stock.
Rencana
impor beras ini telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas.
Direktur
Utama Perusahaan Umum (Perum) Bulog, Budi Waseso alias
Buwas, mengaku tak
mengusulkan impor beras pada tahun ini.
Baca Juga:
Pemerintah Bakal Impor 3 Juta Ton Beras di 2024
Langkah
impor beras ini muncul setelah pihaknya menerima perintah mendadak dari Menteri
Perdagangan, Muhammad Lutfi, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
Airlangga Hartanto.
"Kebijakan
Pak Menko dan Pak Mendag, kami akhirnya dikasih penugasan tiba-tiba untuk
melaksanakan impor," beber Buwas, Rabu (17/3/2021).
Menurut
dia, kala itu, rapat koordinasi bersama Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian sebelumnya tak pernah membahas impor beras.
Rapat
itu hanya membahas stok pangan dalam negeri dan ancaman gangguan cuaca yang
dapat mengganggu stok beras.
Buwas
juga mengatakan, isu mengenai keputusan pemerintah untuk impor beras sebanyak 1
juta ton mulai memberi tekanan terhadap harga gabah petani.
Lantaran
hal itu diketahui saat memasuki masa panen raya pertama tahun ini yang
berlangsung sepanjang Maret-April 2021.
"Ini
ada panen, berarti ada benturan produksi dalam negeri dengan impor. Ini baru
diumumkan saja sekarang dampaknya di lapangan harga di petani sudah drop," ujar dia.
Membebani Bulog
Mantan
Kabareskrim dan Kepala BNN itu menyebut, impor beras bakal jadi beban buat
Perum Bulog.
Ini
karena Bulog juga masih menyimpan stok beras sisa impor lalu, bahkan kini
kualitasnya semakin mengkawatirkan karena lama menumpuk di gudang.
Ia
mengatakan, pihaknya siap untuk menampung beras hingga 3,6 juta ton sesuai
kapasitas gudang Bulog di seluruh Indonesia, namun ia meminta agar ada pangsa
pasar untuk menyalurkan beras yang diserap.
"Kalau
kami, membeli sebanyak apapun, kami siap, asalkan hilirnya
dipakai," kata Buwas, dilansir dari Antara.
Dia
menyebut, Bulog telah kehilangan pangsa pasar sebesar 2,6 juta ton
beras per tahun dikarenakan Program Rastra (beras untuk keluarga sejahtera)
diganti oleh pemerintah menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).
Yang
tadinya masyarakat mendapatkan bansos berupa beras dari Bulog, kini diberikan
bantuan secara nontunai yang bisa dibelanjakan sendiri oleh masyarakat penerima
manfaat di warung-warung yang bekerja sama dengan Kementerian Sosial.
Buwas
melaporkan, persediaan beras per 14 Maret 2021 di gudang Bulog mencapai
883.585 ton, dengan rincian 859.877 ton merupakan stok cadangan beras
pemerintah (CBP), dan 23.708 ton stok beras komersial.
Dari
jumlah stok CBP yang ada saat ini, Buwas mengungkapkan, terdapat beras turun mutu eks
impor tahun 2018 sebanyak 106.642 ton dari total beras impor tahun 2018 sebesar
1.785.450 ton.
Buwas
menyebut, beras impor yang sudah dalam masa simpan tahunan
keseluruhannya berjumlah 461 ribu ton.
Sementara
beras sisa impor tahun 2018 yang masih tersedia di gudang Bulog yaitu 275.811
ton, dengan sebanyak 106.642 ton di antaranya mengalami turun mutu.
Buwas, yang
juga merupakan mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) tersebut,
mengungkapkan, kesalahan pada impor beras tahun 2018 dikarenakan rata-rata
jenisnya merupakan jenis beras pera yang tidak sesuai dengan selera masyarakat
Indonesia yang menyebabkan sulitnya penyaluran beras tersebut.
Bulog
menyebut, pihaknya perlu mencampur beras impor tersebut dengan beras
produksi dalam negeri agar bisa disalurkan ke masyarakat.
Pada
Maret 2020, lanjut Buwas, beras impor tahun 2018 masih tersisa sekitar 900 ribu
ton.
Beras
tersebut kemudian digunakan untuk penyaluran bantuan sosial dari Kementerian
Sosial dan bantuan langsung dari Presiden kepada masyarakat dalam menanggulangi
dampak ekonomi akibat pandemi.
Namun, beras
tersebut hanya tersalurkan sekitar 450 ribu ton dari alokai sebanyak 900 ribu
ton.
Sisanya,
hingga kini sebanyak 275.811 ton beras impor tahun 2018 masih tersimpan di
gudang Bulog dengan 106.642 ton di antaranya sudah mengalami turun mutu.
Rencananya,
kata Buwas, beras sisa impor tahun 2018 tersebut akan diolah menjadi tepung
yang akan ditangani oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
Namun,
menurutnya, Bulog sudah mendapatkan penugasan impor beras 1 juta ton kendati
sisa impor beras tahun 2018 belum diselesaikan.
"Tapi
sampai saat ini belum bisa dilaksanakan. Ini menjadi beban Bulog," ungkap
Buwas.
Penjelasan Mendag
Menteri
Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi, meyakini, kebijakan impor beras 1 juta ton di 2021 tidak
bakal menghancurkan harga gabah di tingkat petani.
Menurut
dia, langkah ini dilakukan untuk menjaga stok beras nasional dan menstabilkan
harga.
"(Impor)
ini bagian dari strategi memastikan harga stabil. Percayalah, tidak
ada niat pemerintah untuk hancurkan harga petani, terutama saat sedang panen
raya," ujar Lutfi, dalam konferensi pers pada Senin (15/3/2021).
Lutfi
mengakui, berdasarkan data BPS, produksi beras nasional alami kenaikan tipis
0,07 persen menjadi mencapai 31,63 juta di 2020.
Kenaikan
produksi pun diperkirakan berlanjut di 2021.
Potensi
produksi beras sepanjang Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta
ton, naik 3,08 juta ton atau 26,84 persen dibandingkan produksi pada periode
sama di 2020 yang sebesar 11,46 juta ton.
Kendati
demikian, kata Lutfi, angka produksi tahun ini masih bersifat ramalan.
Artinya, masih
ada kemungkinan mengalami kenaikan atau bahkan penurunan, terlebih mengingat
kondisi curah hujan yang tinggi di sejumlah daerah Indonesia akhir-akhir ini. [dhn]