WahanaNews.co | Coca-Cola Amatil (CCA) Indonesia sebenarnya berkomitmen
untuk mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
Bahkan, pemasangan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS) Atap sudah mereka lakukan di pabriknya, yang berlokasi di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi,
Jawa Barat.
Baca Juga:
Belajar dari Kasus di Sri Lanka, ALPERKLINAS Wanti-wanti PLN Hindari Pemadaman Listrik yang Berakibat Fatal pada Konsumen
Namun, ternyata,
aksi memanfaatkan sumber EBT ini tidaklah semudah yang mereka bayangkan.
Perusahaan menyebut, masih ada sederet kendala yang dihadapi dalam penggunaan EBT,
khususnya PLTS Atap, di pabriknya tersebut.
Public Affairs, Communication &
Sustainability Director Coca-Cola Amatil Indonesia, Lucia Karina, menyebut, ada ada empat tantangan dalam mengembangkan EBT.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Peringatkan Bahaya SUTET: Masyarakat Harus Patuhi Aturan, Pemerintah dan PLN Harus Tegas
Pertama, keterbatasan pilihan dan
ketersediaan EBT.
Kedua, regulasi yang kurang menunjang
investasi EBT untuk institusi non-pemerintah.
Ketiga, investasi yang tinggi dengan
periode pengembalian modal (payback
period) yang panjang.
Dan, terakhir,
tidak adanya stimulus atau insentif guna mendorong penerapan EBT oleh industri.
"Itulah tantangan
yang ada dalam penggunaan EBT, apa yang kami hadapi. Banyak hal dalam prosesnya, sejak 2017 sampai saat ini, (untuk) kembangkan EBT," paparnya, dalam Kompas Talks
bersama IESR melalui kanal YouTube,
Selasa (2/3/2021).
Menurutnya, beberapa tantangan yang
pihaknya hadapi ini membuat sebagian pihak menjadi ragu untuk investasi di
sektor EBT.
Ini menjadi pekerjaan rumah bersama, baik bagi industri maupun EBT.
"Proses izin, misalnya. Kami butuh
hampir enam bulan (untuk) dapat sertifikat izin operasi dan
sertifikat layak operasi. Lalu, biaya cukup mahal. Biaya ekspor ke PLN masih mahal,"
sesalnya.
Dia menyebut, tidak
adanya stimulus membuat industri harus membayar panel yang mahal.
Pihaknya meminta agar Indonesia bisa
mencontoh negara lain, yang memberikan insentif bagi
perusahaan yang mau memasang PLTS.
"Harusnya bisa contoh negara lain, kayak Jerman. Di sana
diberikan insentif keuangan bagi pengusaha yang bangun PLTS," paparnya. [qnt]