Harus Transparan dan Terintegrasi
BPKN juga menekankan perlunya standar transparansi dan akuntabilitas.
Baca Juga:
Menag Serukan Ketertiban dalam Aksi: “Aspirasi Wajar, Tapi Jangan Anarkis”
Putusan pengadilan, laporan pelaksanaan, audit independen, hingga kanal pengaduan publik harus terbuka agar masyarakat bisa mengawasi.
RUU Perampasan Aset juga perlu sinkron dengan KUHP/KUHAP serta aturan sektoral lain, seperti perbankan, fidusia, kepailitan, dan perlindungan data pribadi.
Tanpa sinkronisasi, ada risiko tumpang tindih yang merugikan pelaku usaha maupun konsumen.
Baca Juga:
Di Tengah Gelombang Demonstrasi, Polda Metro Jaya Gelar Patroli Skala Besar
Mufti menambahkan, kelembagaan pelaksana perampasan aset harus jelas, ramping, dan diawasi lintas lembaga agar efektif serta tidak membebani masyarakat dengan biaya kepatuhan tambahan.
"Kami mendukung penuh upaya negara untuk merampas aset hasil korupsi dan kejahatan ekonomi. Namun, jangan sampai rakyat yang jujur, taat hukum, dan beritikad baik ikut terdampak karena aturan yang terburu-buru. RUU ini harus dikaji secara cermat, transparan, dan melibatkan partisipasi publik. Jangan sampai yang lahir adalah instrumen hukum yang melukai rakyat, padahal tujuan utamanya untuk melindungi rakyat," tegas Mufti.
Poin Penting RUU Perampasan Aset