WAHANANEWS.CO, Jakarta - Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) menghadapi pukulan telak setelah usulan tambahan anggaran senilai Rp 14,92 triliun resmi ditolak Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dalam Rapat Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/09/2025).
Penolakan tersebut tidak hanya menimpa OIKN, tetapi juga seluruh mitra Komisi II DPR RI yang sebelumnya mengajukan tambahan anggaran.
Baca Juga:
Usul Tambahan Anggaran Sejumlah Kementerian di IKN Rp14,92 Triliun, Ini Hasilnya
“Mitra kerja kita berdasarkan surat ini yang ditandatangani oleh oleh ketua Banggar tidak mendapatkan tambahan apapun dari usulan tambahan yang diajukan. Jadi PANRB tetap, BKN tetap, ANRI tetap, Ombudsman demikian, Bawaslu, KPU, termasuk OIKN,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin.
“Dari anggaran yang sudah kita tetapkan pada rapat yang lalu, kita sudah komunikasikan kepada ketua Banggar dan hasilnya seperti ini, mau digunakan untuk apa saja,” ujarnya menambahkan.
Menanggapi keputusan itu, Kepala Otorita IKN Basuki mengingatkan adanya risiko molornya pembangunan IKN akibat keterbatasan dana.
Baca Juga:
Diam-diam Ternyata Proyek IKN Sudah Berprogres, Ini Hasilnya
“Ya, pasti akan mempengaruhi. Bisa mundur lagi,” ungkap Basuki usai menghadiri rapat.
Otorita IKN sebelumnya menargetkan pembangunan tahap 2, yang mencakup ekosistem legislatif dan yudikatif, rampung pada tahun 2028, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto menjadikan IKN sebagai ibu kota politik pada tahun tersebut.
Secara rinci, tambahan anggaran Rp 14,92 triliun itu direncanakan untuk beberapa pos penting.
Pertama, pembangunan lanjutan senilai Rp 4,73 triliun mencakup bangunan gedung dan kawasan lembaga DPR, DPD, MPR, ruang sidang paripurna, MA dan Plaza Keadilan, MK, KY serta masjid, jalan kawasan kompleks yudikatif, legislatif, KIPP 1A dan manajemen konstruksi induk dengan skema MYC tahun 2025-2027.
Kedua, pembangunan baru sebesar Rp 9,59 triliun, termasuk rumah tapak dan hunian vertikal bagi legislatif, yudikatif, ASN, serta umum dengan skema MYC tahun 2026-2028 senilai Rp 4,42 triliun, serta peningkatan jalan kawasan KIPP dan WP 2, sistem penyediaan SPAM dan jaringannya, prasarana bidang SDA dan irigasi, hingga infrastruktur pendukung aksesibilitas dan utilitas kawasan yudikatif dan legislatif senilai Rp 5,17 triliun.
Ketiga, pengelolaan senilai Rp 600 miliar untuk operasional dan pemeliharaan kantor Presiden dan Istana Negara, kantor Kemenko 1 hingga 4, pengelolaan air minum, jalan dan MUT, kawasan dan ruang terbuka hijau di KIPP, embung, sanitasi, serta persampahan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]