WahanaNews.co | Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korsel Yeo Han Koo bahkan mengadakan pertemuan darurat secara virtual dengan Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi.
Hal tersebut merupakan buntut dari adanya kecaman Korea Selatan (Korsel) dan Jepang terkait larangan ekspor batu bara yang diberlakukan Pemerintah Indonesia mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Kedua negara itu memprotes kebijakan larangan ekspor batu bara sementara di tengah tingginya permintaan terhadap komoditas tersebut.
Baca Juga:
Pjs. Gubernur Kaltara Togap Simangunsong Terima Kunjungan Investor Korea Selatan Oktober 2024
"Mendag Yeo menyampaikan keprihatinan pemerintah (Korea Selatan) atas larangan ekspor batu bara Indonesia dan sangat meminta kerja sama Pemerintah Indonesia agar pengiriman batu bara segera dimulai kembali," tutur kementerian, Sabtu (8/1) lalu.
Menjawab Yeo, Lutfi mengungkapkan Indonesia sangat menyadari kekhawatiran Korea Selatan akan ketersediaan batu bara. Oleh karena itu, dia akan berupaya untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan lancar.
Kedua menteri tersebut sepakat tentang pentingnya kerja sama dalam jaringan pasokan batu bara di global. Selain itu, kedua negara juga menekankan perlunya upaya bilateral demi menjamin rantai pasokan komoditas yang stabil.
Baca Juga:
Krisis Kelahiran di Korut: Pemerintah Penjarakan Dokter Aborsi dan Sita Alat Kontrasepsi
Sebelumnya, Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji juga mengirimkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif untuk mencabut larangan ekspor batu bara.
Kenji mengatakan beberapa pembangkit listrik dan manufaktur Jepang mengandalkan batu bara yang diimpor dari Indonesia. Larangan ekspor batu bara disebut akan berdampak serius terhadap aktivitas perekonomian dan kehidupan sehari-hari masyarakat di Jepang.
"Industri di Jepang secara reguler mengimpor batu bara dari Indonesia untuk pembangkit listrik dan manufaktur (sekitar 2 juta ton per bulan). Oleh karena itu, kami meminta untuk segera mencabut larangan ekspor batu bara ke Jepang," tulis Kenji dalam suratnya, Rabu (5/1) lalu.
Ia menambahkan kebutuhan energi di negeri sakura saat ini sedang tingi-tingginya karena Jepang sedang menghadapi musim dingin. Kenji pun menawarkan sebuat alternatif lain, yakni dengan tetap membuka keran ekspor batu bara jenis High Calorific Value (HCV) yang digunakan di Jepang.
"Jepang kebanyakan mengimpor batu bara jenis High Calorific Value (HCV) dari Indonesia, di mana berbeda dengan batu bara jenis Low Calorific Value (VCL) yang digunakan oleh pembangkit PLN," imbuh dia.
Saat ini, Kenji mengaku setidaknya terdapat lima kapal pengangkut batu bara yang masih menunggu keberangkatan ke Jepang. Ia meminta secara khusus agar kelima kapal tersebut diberikan izin untuk berangkat secepat mungkin.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM melarang perusahaan batu bara dalam negeri untuk melakukan ekspor mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022.
Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) khususnya untuk pembangkit listrik yang dimiliki PT PLN (Persero). [bay]