Selain itu, ada nama-nama yang berpengaruh negatif pada kondisi anak, contoh Tikus, Bodoh, Orang Gila. Ada juga yang menamakan anak menggunakan nama Lembaga negara, mewakili atau menyerupai jabatan, pangkat, penghargaan, contoh: Mahkamah Agung, Bapak Presiden, Polisi, Bupati, Walikota.
Zudan mengurai dampak dari contoh nama-nama tersebut:
Baca Juga:
Tips Cara Cek KTP Dipakai untuk Pinjol atau Tidak
Nama terlalu panjang akan menyebabkan sulitnya penulisan nama lengkap pada basis data maupun dokumen fisik. Yaitu Akta Kelahiran, e-KTP, Kartu Identitas Anak (KIA), SIM, paspor, STNK, ijazah dan ATM Bank.
Menyebabkan perbedaan penulisan nama seseorang pada dokumen yang dimiliki oleh satu orang yang sama di Akta Kelahiran, e-KTP, KIA, SIM, paspor, STNK, ijazah dan ATM Bank, akibat keterbatasan jumlah karakter pada masing-masing dokumen.
"Sebagai contoh panjang nama di KTP-el akan jatuh ke baris kedua dan terpotong jika lebih dari 30 karakter," tuturnya.
Baca Juga:
Bawaslu Labura Tolak Gugatan Calon Bupati Ahmad Rizal, Ijazah Tak Sesuai KTP
Di samping itu, nama-nama yang bermakna negatif, bertentangan dengan norma agama, kesopanan dan kesusilaan akan menjadi beban pikiran terhadap perkembangan anak sampai ia dewasa, seumur hidup bahkan sampai dia berketurunan, karena nama diberikan hanya sekali dalam seumur hidup.
Meski begitu, ketentuan dalam Permendagri 73/2022 bersifat imbauan dan namanya tetap bisa ditulis dalam dokumen kependudukan selama tidak melebihi 30 karakter.
Dalam ketentuan itu, diatur pencatatan nama pada dokumen Kependudukan dilakukan sesuai prinsip norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.