Menurut data yang diperoleh BPKN, laporan terbanyak terkait mafia tanah berasal dari tiga Provinsi yakni Riau, Sumatera Utara dan Jambi.
Pada tahun 2018 BPKN pernah menangani kasus terkait sengketa lahan yang dipasarkan oleh pelaku usaha pada konsumen, namun lahan tersebut merupakan kawasan hutan lindung.
Baca Juga:
Sampaikan Disertasi, Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono Raih Gelar Doktor
Konsumen tidak mendapatkan haknya meskipun telah menunaikan kewajibannya karena tidak memperoleh hal-hal yang diperjanjikan oleh pelaku usaha baik kavling maupun status. Meskipun pelaku usaha telah diproses secara hukum pidana namun kerugian konsumen tetap belum terpulihkan.
Salah satu yang menjadi perhatian BPKN RI di tahun 2022 adalah permasalahan Sertifikat Ijo Surabaya atau yang lebih dikenal dengan Surat Ijo Surabaya.
“Latar belakang permasalahan Sertifikat atau Surat Ijo antara lain tidak adanya status hak atas tanah bagi warga yang telah menghuni di wilayah tersebut selama puluhan tahun,” sebutnya.
Warga dibebankan retribusi IPT sejak Keputusan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 53/HPL/BPN/1997 tentang Pemberian HPL atas nama Pemerintah Kota Madya Daerah Tingkat II Surabaya, sehingga Pemerintah Kota Surabaya mengenakan retribusi terhadap warga pemegang Sertifikat Ijo (IPT) dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
Retribusi terhadap warga pemegang Surat IPT di Surabaya seperti halnya praktek penyewaan tanah oleh negara melalui Pemerintah Kota Surabaya kepada warga penghuni Sertifikat Ijo.
Baca Juga:
Kelompok Tani Temui Menteri ATR BPN Terkait Tanah Yang Dirampas Socfindo
Puncak persoalan Sertifikat/ Surat Ijo Surabaya tersebut adalah belum sejalannya kepentingan warga pemegang Surat IPT Sertifikat Ijo untuk dapat memperoleh hak atas tanah dengan kepentingan Pemerintah Kota Surabaya untuk menerima pendapatan daerah.
“Dalam upaya menyelesaikan permasalahan Sertifikat Ijo tersebut, BPKN RI telah melaksanakan Rapat terbatas untuk membahas solusi cepat di dalam penyelesain Sertifikat Ijo Surabaya,” katanya.
Dalam hal ini, BPKN RI melibatkan Kementerian atau Lembaga terkait baik dari pemerintah pusat maupun daerah.