WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dengan jumlah penduduk lebih dari 680 juta jiwa, kawasan Asia Tenggara (ASEAN) kini menjadi salah satu pasar digital paling dinamis dan berkembang pesat di dunia.
Populasi besar ini menjadi kekuatan utama yang mendorong percepatan ekonomi digital di kawasan.
Baca Juga:
Indonesia Dorong Penyelesaian Reviu AITIGA 2025 untuk Permudah Perdagangan ASEAN-India
Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2024 yang disusun oleh Temasek, Bain & Company, dan Google, nilai ekonomi digital Asia Tenggara pada tahun 2024 mencapai USD263 miliar dalam gross merchandise value (GMV), dengan pendapatan sekitar USD89 miliar.
Angka tersebut menunjukkan pertumbuhan signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya, seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi, transaksi digital, dan layanan berbasis internet di berbagai sektor ekonomi.
Indonesia menjadi salah satu motor utama dalam pertumbuhan tersebut.
Baca Juga:
Indonesia Apresiasi Keterlibatan Dewan Bisnis Kanada-ASEAN dalam Memajukan ACAFTA
Pemerintah menempatkan ekonomi digital sebagai agenda prioritas nasional untuk mendorong percepatan transformasi ekonomi dan peningkatan daya saing global.
Pada tahun 2024, kontribusi ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai USD90 miliar, dan pada tahun 2025 diproyeksikan melampaui USD110 miliar.
Bahkan, nilainya bisa melonjak hingga USD360 miliar pada tahun 2030, di mana sektor e-commerce diprediksi menyumbang sekitar USD150 miliar dari total tersebut.
“Angka-angka ini menyoroti peluang dan keragaman pertumbuhan di seluruh Asia Tenggara. Dan di sinilah ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) menjadi krusial. ASEAN DEFA mewakili komitmen kita untuk mewujudkan ekonomi digital hingga USD2 triliun pada tahun 2030, yang mendorong inovasi, inklusivitas, dan ketahanan,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam The 14th ASEAN Digital Economy Framework Negotiating Committee Meeting, di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Inisiatif ASEAN DEFA merupakan gagasan Indonesia saat menjabat Keketuaan ASEAN 2023, yang bertujuan mempercepat transformasi digital di kawasan melalui kerja sama yang lebih erat antarnegara, harmonisasi regulasi lintas batas, serta penguatan interoperabilitas sistem digital.
Kerangka ini juga difokuskan pada pemberdayaan UMKM, pengembangan talenta digital, dan peningkatan keamanan serta kepercayaan dalam ekosistem digital regional.
Selain menjadi motor integrasi ekonomi digital, DEFA diharapkan menjadi fondasi kuat untuk mewujudkan nilai ekonomi digital ASEAN hingga USD2 triliun pada 2030.
Menko Airlangga juga menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi, seperti fragmentasi pasar digital antarnegara, perbedaan kebijakan regulasi, serta ketidaksamaan aturan perlindungan data.
Banyak usaha kecil dan menengah (UKM) juga masih menghadapi kendala dalam memperluas pasar ke luar negeri.
Oleh karena itu, menurut Airlangga, ASEAN DEFA menjadi kerangka penting dalam menjaga momentum pertumbuhan sekaligus menentukan arah masa depan ekonomi digital kawasan.
Hingga Putaran ke-13 perundingan di Hanoi, Vietnam, sebanyak 19 dari 36 artikel telah disepakati atau sekitar 52,78 persen.
Sementara Putaran ke-14 di Jakarta menargetkan tingkat kesepakatan 70 persen untuk core dan value-added paragraphs, agar dapat diadopsi dalam ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-57 serta AEC Council ke-26 yang dijadwalkan berlangsung Oktober 2025.
Isu-isu strategis yang tengah dibahas mencakup Non-Discriminatory Treatment of Digital Products (NDTDP), Cross-Border Transfer of Information (CBTI), Source Code, Location of Computing Facilities (LOCF), serta kerja sama penguatan sistem kabel bawah laut telekomunikasi yang menjadi tulang punggung konektivitas digital kawasan.
Selanjutnya, perundingan akan berlanjut dengan mekanisme joint monitoring, peningkatan kolaborasi sektor swasta, serta dukungan bantuan teknis dan pembentukan mekanisme penyelesaian sengketa (dispute mechanism) untuk memastikan implementasi DEFA berjalan efektif.
Penyelesaian penuh draf perjanjian DEFA ditargetkan rampung pada awal 2026, dengan penandatanganan final direncanakan pada kuartal ketiga 2026.
“Kita harus menggandakan upaya untuk memastikan ASEAN DEFA menjadi kerangka kerja digital pertama di dunia yang bersifat regional, modern, komprehensif, dan visioner untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial di seluruh ASEAN,” pungkas Menko Airlangga.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]