WahanaNews.co | Komisi VII DPR RI merekomendasikan pembentukan entitas khusus untuk mengamankan pasokan batu bara dalam negeri.
Entitas khusus ini akan menggunakan skema gotong royong yang ditopang oleh produsen atau pemasok batu bara.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Golkar, Maman Abdurrahman, menjelaskan, dalam skema ini nantinya produsen batu bara memberikan urunan agar PT PLN (Persero) dapat membeli batu bara sesuai harga patokan Domestic Market Obligation (DMO), yaitu USD 70 per ton.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan, entitas khusus ini bisa membantu PLN jika berjalan dengan baik.
PLN bisa membeli batu bara harga DMO, di sisi lain pemasok bisa menjual dengan harga keekonomian.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
"Mereka masih mendapatkan margin meskipun nanti selisihnya akan ditanggung secara bersama. Masih ada gotong royong yang memang sudah seharusnya," jelas Mamit kepada wartawan, Minggu (20/2/2022).
"Jadi tidak ada saling iri antar pengusaha karena ada beberapa perusahaan yang tidak bisa memasok karena spek batu bara mereka jauh lebih tinggi dari kebutuhan PLN," lanjutnya.
Melalui entitas khusus ini, Mamit berpendapat seharusnya dapat menjamin pasokan batu bara bagi PLN karena produsen batu bara dapat menjual dengan harga di atas DMO, hanya saja ditanggung bersama selisihnya.
Namun, dia menuturkan ada beberapa poin yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan skema tersebut.
Pertama, terkait kepatuhan pembayaran iuran dari pemasok, seharusnya ada sanksi jika ada pelanggaran, seperti produsen tidak membayar patungan.
"Kedua, bagaimana kemampuan keuangan PLN sendiri jika memang harus membayar dulu, apakah kuat misalnya jika dikejar-kejar," imbuhnya.
Kemudian yang ketiga, Mamit menggarisbawahi terkait pengawasan entitas khusus tersebut, harus ada kejelasan siapa yang akan melakukan pengawasan dan melakukan audit.
"Keempat, mekanisme pemilihan anggota badan tersebut, dan terakhir mudah-mudahan ini tidak memperpanjang jalur birokrasi," tandasnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menjelaskan pengamanan pasokan batu bara dalam negeri melalui peraturan DMO seharusnya sudah cukup jika dilakukan secara konsisten.
"Masalahnya bukan terletak pada bentuk skemanya, tapi konsistensi dalam menjalankan regulasi yang ada. Dalam UU Minerba dan aturan turunannya telah jelas bahwa perusahaan yang tidak serius terhadap DMO akan diberikan sanksi dengan berbagai bentuk dan tingkatan," jelas dia.
Menurut Komaidi, pembuatan Badan Layanan Umum (BLU) batu bara maupun berbentuk entitas khusus yang disarankan Komisi VII DPR tidak terlalu mendesak, namun juga tidak masalah jika dilakukan dengan konsekuensi yang mengikuti.
"Untuk entitas baru silakan saja akan dibentuk, namun tentu ada biaya dan manfaat yang akan menyertainya," tutupnya. [gun]