Namun, dia menuturkan ada beberapa poin yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan skema tersebut.
Pertama, terkait kepatuhan pembayaran iuran dari pemasok, seharusnya ada sanksi jika ada pelanggaran, seperti produsen tidak membayar patungan.
Baca Juga:
Sukses Dukung Kelancaran Arus Mudik Idulfitri 1446 H, PLN Catatkan Kenaikan Transaksi SPKLU Hampir 5 Kali Lipat
"Kedua, bagaimana kemampuan keuangan PLN sendiri jika memang harus membayar dulu, apakah kuat misalnya jika dikejar-kejar," imbuhnya.
Kemudian yang ketiga, Mamit menggarisbawahi terkait pengawasan entitas khusus tersebut, harus ada kejelasan siapa yang akan melakukan pengawasan dan melakukan audit.
"Keempat, mekanisme pemilihan anggota badan tersebut, dan terakhir mudah-mudahan ini tidak memperpanjang jalur birokrasi," tandasnya.
Baca Juga:
Cegah Pemadaman di Wilayah Vital, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Atur Pembatasan Bangunan di Areal Konstruksi PLN
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menjelaskan pengamanan pasokan batu bara dalam negeri melalui peraturan DMO seharusnya sudah cukup jika dilakukan secara konsisten.
"Masalahnya bukan terletak pada bentuk skemanya, tapi konsistensi dalam menjalankan regulasi yang ada. Dalam UU Minerba dan aturan turunannya telah jelas bahwa perusahaan yang tidak serius terhadap DMO akan diberikan sanksi dengan berbagai bentuk dan tingkatan," jelas dia.
Menurut Komaidi, pembuatan Badan Layanan Umum (BLU) batu bara maupun berbentuk entitas khusus yang disarankan Komisi VII DPR tidak terlalu mendesak, namun juga tidak masalah jika dilakukan dengan konsekuensi yang mengikuti.