“Ada banyak kanal pengaduan, di Kementerian Agraria, Kementerian Kehutanan, bahkan mungkin di DPR. Tapi hanya untuk tempat mengadu, tidak ada kanal penyelesaian,” kata Dewi.
Ia menegaskan bahwa KPA sudah berkali-kali menyerahkan data konflik agraria kepada ATR, termasuk langsung ke Nusron Wahid, tetapi tidak pernah diproses.
Baca Juga:
BPN Jambi Diminta Tangguhkan HGU PT Kaswari Unggul Sebelum Konflik dengan Masyarakat Selesai
“Jadi ada problem, data-data kami itu ditumpuk, diarsipkan, tapi tidak dikerjakan,” ujarnya.
Nusron mengakui bahwa data-data dari KPA memang belum digarap, tetapi ia berkomitmen menjalankan prinsip keadilan dalam redistribusi tanah.
"Karena itu, sebagai bentuk komitmen kami mengamini data itu, kami sudah 10 bulan diangkat dipercaya menjadi Menteri ATR/BPN, kami belum tandatangani satupun perpanjangan dan pembaruan," kata Nusron.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Tangani 48 Kasus Konflik Agraria Antara Warga dan Perusahaan
Di Desa Bulupayung, para petani telah menggarap lahan sejak 1962, tetapi tanah seluas 2.000 hektar yang mereka kuasai tetap diklaim Perhutani, sementara 3.000 keluarga petani tidak memperoleh bantuan negara seperti jalan, irigasi, dan pupuk subsidi.
Padahal desa tersebut merupakan sentra pertanian pangan di Cilacap.
Akibat konflik berkepanjangan, biaya produksi pertanian menjadi tinggi, jaringan pasar tidak menentu, dan nasib petani semakin terhimpit.