WahanaNews.co
| Pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar,
Suparji Ahmad, menilai, langkah Indonesia Corruption Watch (ICW) yang
menyurati Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, agar menarik Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, kembali ke institusi kepolisian,
tidak memiliki justifikasi.
Pasalnya,
langkah tersebut tak sejalan dengan ketentuan perundang-undangan.
Baca Juga:
Drama Pertemuan Alexander dan Eko Darmanto: KPK Dikejar Kasus Dugaan Gratifikasi
Suparji
mengatakan, perundang-undangan telah mengatur perihal pemberhentian pimpinan
lembaga yang berkantor di Kuningan, Jakarta Selatan, tersebut.
"Semuanya
harus seusai dengan ketentuan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 32
Undang-undang KPK," kata Suparji di Jakarta, Kamis (27/5/2021).
Menurut
Suparji, Pasal 32 UU KPK itu menyebutkan bahwa pimpinan KPK dapat diberhentikan
apabila yang bersangkutan meninggal dunia, berakhir masa jabatan, melakukan
perbuatan tercela, menjadi terdakwa tindak pidana kejahatan, atau berhalangan
tetap.
Baca Juga:
Setahun Berlalu, Polda Metro Jaya Belum Juga Tahan Firli Bahuri
"Oleh
karenanya, jika pemberhentian pimpinan KPK dengan pola menarik dari KPK, dalam
hal ini sesuai latar belakang, misalnya sebagai Polri, kemudian ditarik
Kapolri, secara prosedural tidak sesuai dengan Pasal 32 tadi," jelas
Suparji.
Dengan
kata lain, sambung Suparji, ada hal yang perlu diperhatikan.
"Tidak
semata-mata komitmen memberantas korupsi, tetapi juga harus sesuai prosedur
yang benar," pungkas Suparji. [dhn]