Pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan.
"Salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Ini bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Umat tahu bahwa akidah urusan masing-masing, dan secara sosiolologis, salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi," tandas Kamaruddin Amin, di Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Baca Juga:
Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI: Salam Lintas Agama Bukan Implementasi Toleransi
Menurut Kamaruddin Amin, dalam praktiknya, salam lintas agama menjadi sarana menebar damai yang juga merupakan ajaran setiap agama. Ini sekaligus menjadi wahana bertegur sapa dan menjalin keakraban.
"Sebagai sesama warga bangsa, salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama, tidak sampai pada masalah keyakinan," terang Kamaruddin.
Di negara bangsa yang sangat beragam/multikultural, lanjut Kamaruddin, artikulasi keberagamaan harus merefleksikan kelenturan sosial yang saling menghormati dengan tetap menjaga akidah masing-masing.
Baca Juga:
Ini Alasan Ketua DPRD Kota Bekasi Dukung Fatwa MUI Soal Haramkan Produk Israel
"Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama," tegasnya.
Ikhtiar merawat kerukunan penting terus diupayakan. Caranya dengan menguatkan kohesi dan toleransi umat, bukan mengedepankan tindakan yang mengarah segregasi.
"Ikhtiar merawat kerukunan ini berbuah hasil. Praktik baik warga telah meningkatkan indeks kerukunan umat beragama," sebut Kamaruddin.