PP TUNAS juga menegaskan kewajiban bagi penyelenggara platform digital untuk melakukan verifikasi usia dan menerapkan sistem penyaringan konten sesuai kategori umur.
Selain itu, diatur pula sanksi tegas bagi platform yang melanggar ketentuan perlindungan anak tersebut.
Baca Juga:
PPATK Ungkap Transaksi Turun Drastis di 2025, Warga RI Tinggalkan Judol
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menekankan bahwa PP TUNAS merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam menjaga anak-anak dari kejahatan di ruang siber.
Ia menegaskan, kebijakan ini tetap diterbitkan meskipun menghadapi penolakan dari sejumlah perusahaan digital besar.
“Bagi perusahaan-perusahaan ini kita adalah pasar, karena itu tentu ada reaksi ketika pasarnya dipotong. Tapi alhamdulillah karena kepemimpinan Bapak Presiden yang teguh, beliau menyampaikan bahwa ini memang sudah harus jalan seperti itu, kita harus melindungi anak-anak kita,” ujar Meutya saat menyampaikan Orasi Ilmiah dalam Dies Natalis ke-45 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan, Sabtu (8/11/2025).
Baca Juga:
Pemerintah Buka Konsultasi Publik untuk Penguatan Organisasi Museum Penerangan
Meutya menambahkan, Indonesia menjadi negara kedua di dunia setelah Australia yang menerapkan regulasi penundaan akses anak terhadap platform digital.
Saat ini, pemerintah juga tengah mematangkan sistem pengawasan dan penegakan hukum bagi platform yang tidak mematuhi aturan tersebut.
“Saat ini kita masih punya waktu untuk melakukan perbaikan sistem untuk nanti kita akan betul-betul terapkan sanksi. Sanksi ini dikenakan terhadap platform, bukan kepada ibu, bukan kepada anak,” tegasnya.