"Pada musim tanam, yang ditanam penduduk adalah padi gogo dan jagung. Sebagai tanaman selingan adalah kacang tanah dan kedelai".
Rewang menyebut kehidupan penduduk Blitar Selatan sangat miskin. Sehari-hari mereka makan tiwul yang dikonsumsi dua kali sehari. Nasi hanya diperuntukkan anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Baca Juga:
Jokowi Bersihkan Nama Soekarno dari G30S PKI
Kemiskinan membuat pakaian yang dikenakan penduduk selalu terlihat lusuh dan tak pernah ganti. Begitu juga dengan pendidikan anak-anak Blitar Selatan. Rata-rata hanya mengenyam sekolah sampai Kelas IV SD.
"Kehidupan masyarakat di Blitar Selatan termasuk terbelakang jika dibandingkan dengan masyarakat di desa-desa lain di Jawa Timur," demikian kata Rewang seperti dikutip dari Saya Seorang Revolusioner, Memoar Rewang.
Kedatangan para pimpinan PKI di Blitar Selatan mulai akhir 1967, disambut hangat. Hal itu mengingat mayoritas penduduk Blitar Selatan merupakan konstituen PKI. Pada Pemilu 1955, PKI mendulang suara besar.
Baca Juga:
PKI Bunuh Gubernur Jatim di Ngawi
Di Blitar Selatan juga banyak tinggal orang-orang yang dulunya tergabung dalam Batalyon Brantas yang berideologi kiri. Mereka direkrut dari masyarakat setempat di sepanjang sungai Brantas.
"Di Blitar Selatan, semua penduduknya sangat mendukung PKI. Malah hampir semua penduduk desa di Blitar Selatan, mengaku menjadi anggota PKI," kata Rewang.
Masing-masing para pimpinan PKI bertempat di satu kepala keluarga di wilayah Kemantren Maron dan Ngeni, yakni semacam kecamatan yang terdiri dari belasan desa. Setiap bulan dilakukan rotasi. Para pimpinan PKI pindah dari satu kepala keluarga ke kepala keluarga yang lain.