Selain itu juga dipakai untuk kampanye serta advokasi
penguatan kebijakan antikorupsi di Indonesia.
"Perlu kami jelaskan bahwa kontrak kerja sama antara
UNODC dengan ICW sejak awal ditujukan untuk penguatan kelembagaan KPK, dan oleh
karena itu membutuhkan persetujuan formal dari Pimpinan KPK sebagai pengambil
keputusan tertinggi di KPK," jelas dia.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
ICW menuturkan, danai dari Uni Eropa ini telah diketahui dan
disetujui untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sebagaimana prosedur
hibah internasional yang berlaku.
"Kami tambahkan bahwa diluar program ICW-UNODC, ICW
juga menjalin kerja sama dengan pihak donor lain, seperti USAID, Ford
Foundation, atau kantor kedutaan negara sahabat yang mana persetujuan prinsipal
atas program hibah maupun pelaksanaannya harus terlebih dahulu didapatkan dari
perwakilan Pemerintah Indonesia," tegas Adnan.
Adnan memastikan, ICW juga sudah menyampaikan klarifikasi di
berbagai kesempatan bahwa mereka tidak pernah menerima dana sama sekali dari
KPK terkait dengan program apa pun sejak KPK berdiri hingga hari ini.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
"Kami sudah sampaikan bahwa hal itu merupakan
kekeliruan dari Prof Romli dan timnya dalam membaca dokumen laporan audit.
Dalam dokumen audit memang disebutkan adanya dana saweran KPK yang nilainya
lebih kurang Rp 400 juta. Namun dana itu sebenarnya adalah uang masyarakat
Indonesia yang oleh ICW telah dikumpulkan untuk membantu KPK dalam membangun
gedung baru karena usulan KPK untuk membangun gedung baru pernah ditolak DPR
RI," jelas Adanan.
"Uang itu juga sudah diberikan kepada KPK, dan diterima
langsung oleh Johan Budi saat yang bersangkutan menjadi Plt Pimpinan KPK. Bukan
sebaliknya sebagaimana tuduhan Prof Romli, ada aliran dana dari KPK ke
ICW," tambah dia.
Sementara terkait upaya ICW tidak mengambil langkah hukum
dengan melaporkan yang bersangkutan, Adnan menyebut ICW tidak mengambil jalur
hukum atas berbagai tuduhan itu. Sebab pasal pencemaran nama baik merupakan
salah satu pasal yang dapat mengekang demokrasi di Indonesia.