WahanaNews.co, Jakarta - Membangun kesadaran sejarah amat penting karena nanti pada ujungnya adalah kembali pada UUD 1945 yang dalam ekonomi politik masuk wilayah Ekonomi Konstitusi.
Hal ini disampaikan oleh Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina dalam diskusi yang diadakan atas kerjasama Universitas Paramadina dan INDEF dengan tema "Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Ekonomi" yang diselenggarakan secara daring melalui zoom meeting pada Senin (27/5/2024).
Baca Juga:
Kanwil DJPb Sulteng: Kinerja APBN hingga Oktober 2024 Alami Pertumbuhan Positif
Didik mengaitkan hal tersebut dengan sejarah Indonesia pada bulan Mei 1908 dimana kelompok-kelompok pemuda mengklaim membentuk satu kesatuan bangsa pada lebih satu abad lalu.
"Oleh karena itu amat disayangkan jika saja ada pihak-pihak tertentu yang ingin memecah belah bangsa dan demokrasi, yang berarti ingin menghancurkan sejarah panjang perjalanan bangsa." Ujarnya.
Eisha Maghfiruha R. Ph.D, Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF mengungkapkan bahwa ekonomi global saat ini sedang tidak baik-baik saja. Perlambatan ekonomi dan stagnasi global masih berlanjut pada 2024.
Baca Juga:
Realisasi Anggaran Pendidikan Hingga Oktober 2024 Capai Rp463,1 Triliun
"Stagnasi global tersebut mencatat PDB global hanya akan tumbuh di 3,2% (YoY) global tahunan 2023, 2024, 2025. Meski negara-negara ekonomi maju mengalami sedikit penguatan ekonomi (1,7%), tetapi di negara-negara berkembang terjadi sedikit perlambatan hanya tumbuh 4,2% di 2024" tuturnya.
Prospek suku bunga yang tidak pasti dan menahan suku bunga global pada level tinggi, sehingga mendorong capital outflow dan juga dirasakan oleh Indonesia, yaitu tekanan nilai tukar rupiah yang sampai Rp16.000.
"Perubahan dalam dinamika ekonomi global, dipengaruhi eskalasi perang di Timur Tengah dan konflik Rusia-Ukraina. Eskalasi global tersebut tentunya mempunyai risiko ekonomi kepada dalam negeri Indonesia di mana situasi politik global yang tidak stabil mengurangi probabilitas masuknya investasi asing" kata Eisha.