"Terakhir tercatat harga komoditas yang berfluktuasi dan menunjukkan tren menurun yang akan berdampak pada harga komoditas nasional" pungkasnya.
Utang melejit, bunga terus meningkat (14% Belanja APBN), DSR melampaui batas aman membuat daya saing ekonomi semakin terpuruk, semakin tergantung pada komoditas SDA dan tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi masih tinggi.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Dukung Penguatan Ketahanan Pangan Nasional, Jadi Lumbung Pangan Utama
"Gambaran bagi beban berat perekonomian Indonesia terlihat pada angka pengangguran yang tinggi, termasuk di kalangan Gen-Z dinilai gagal memanfaatkan bonus demografi dengan warisan program populis, boros anggaran dari pemerintah sebelumnya dan janji kampanye presiden terpilih."
"Perlu segera evaluasi atas kebijakan tumpang tindih dan tidak pasti, sehingga menyebabkan daya tarik investasi merosot. Selain itu institusi ekonomi dan non-ekonomi digerogoti korupsi dan kemerosotan etika. Biaya logistik juga mahal, 23-25% GDP, muncul pula gejala deindustrialisasi dini, industri manufaktur hanya mewakili 18% GDP" tutur Wijayanto.
"Oleh karena itu, perlu diusulkan rasionalisasi atau modifikasi program warisan seperti IKN, KCIC, bansos, dan lain-lain, lalu perlu juga rasionalisasi atau modifikasi realisasi janji politik Pilpres 2024. Kemudian, meminimalkan utang, perbanyak porsi utang program berjangka panjang dan berbunga rendah; saat ini 90% utang bersumber dari SUN yang mahal" tegasnya.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
[Redaktur: Amanda Zubehor]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.