Handi juga menyoroti tentang kebijakan utang yang diterapkan oleh Pemerintah dalam dua dekade terakhir terus mengalami peningkatan, bahkan mencapai puncak tertingginya.
"Semenjak tahun 2014 Debt to Service Ratio Indonesia selalu berada di atas ambang batas psikologisnya di atas 30%. Besarnya nilai utang dan bunga utang akan memberikan dampak yang signifikan terhadap beban keuangan negara khususnya dalam APBN, perlu diketahui bahwa bunga utang yang harus dibayar setiap tahunnya mencapai Rp 480 triliun."
Baca Juga:
Kanwil DJPb Sulteng: Kinerja APBN hingga Oktober 2024 Alami Pertumbuhan Positif
Handi melihat dengan tax ratio yang masih rendah, menunjukkan kapasitas Makro Fiskal untuk menopang kinerja ekonomi nasional masih tergolong rendah. Bahkan tidak cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional ke arah yang lebih tinggi.
Ia juga menyinggung besarnya Kebutuhan anggaran untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara diperkirakan mencapai Rp466 triliun hingga 2045. Dari jumlah tersebut, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan menanggung sekitar 20% atau Rp89,4 triliun.
"Sampai hari ini, Pemerintah tidak pernah membuka data calon Investor yang akan menanamkan modalnya pada proyek IKN tersebut. Sebaiknya kepindahan IKN ditunda dalam jangka waktu yang tidak ditentukan, sampai semuanya siap" papar Handi.
Baca Juga:
Realisasi Anggaran Pendidikan Hingga Oktober 2024 Capai Rp463,1 Triliun
Wijayanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina menyoroti kondisi global saat ini, yang jelas tidak bersahabat bagi Indonesia.
"Praktis terdapat beban yang luar biasa berat bagi tumbuh kembangnya ke depan perekonomian nasional. untuk itu perlu kemauan kuat dan rencana tepat dari Pemerintahan baru. Namun, disadari 'kaki-kaki yang dimiliki demikian lemah' dengan gambaran fundamental ekonomi yang agak memprihatinkan" terangnya.
Perang Rusia-Ukraina, eskalasi di Timur Tengah, perang dagang AS-China yang berkepanjangan disertai pelemahan ekonomi AS dengan Tren dedolarisasi dan disrupsi suku bunga global.