WahanaNews.co | Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengapresiasi kinerja cepat jajaran Polresta Bandara Soekarno-Hatta dalam upaya mengungkap jaringan internasional pelaku tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang menargetkan anak menjadi korban.
Plh. Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Rini Handayani menegaskan pihaknya akan mengawal terus jalannya proses peradilan dan mendukung penuh segala proses sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
Baca Juga:
Kemen PPPA Pastikan Layanan kepada Anak Korban Pemerkosaan Ayah Kandung di Jakarta Timur
“Kami mengapresiasi seluruh jajaran Polresta Bandara Soekarno-Hatta karena kecepatannya dalam mengungkap jaringan atau sindikat internasional yang memperjual belikan konten eksploitasi anak di bawah umur berupa pornografi anak (child pornography),” katanya.
Sebelumnya pada 2023 lalu, Polresta Bandara Soekarno-Hatta pun telah bekerjasama dengan International Task Force of Violent Against Children milik Federal Bureau of Investigation (FBI) untuk melakukan investigasi mendalam terkait materi muatan kekerasan seksual terhadap anak (child sexual abuse material) yang diperjual belikan di ranah daring (online).
Rini mengungkapkan, dari investigasi tersebut pihak kepolisian berhasil mengamankan salah seorang terduga pelaku dan berbagai macam barang bukti berupa alat penyimpanan berkas (file) yang berisi materi muatan kekerasan seksual terhadap anak yang secara sengaja diunduh dan disimpan oleh pelaku.
Baca Juga:
Kemen PPPA Dorong Anak Berkegiatan Positif dalam Semangat Bulan Ramadan
Setelah itu, Kepolisian berhasil mengamankankan ketiga terduga pelaku lainnya dan mengidentifikasi 8 (delapan) orang anak korban berinisial MAHAF, FM, RN, NF, HS, S, AFB, dan DP.
“Awal mula para terduga pelaku mendekati anak korban adalah dengan berteman lalu sering memberikan makanan dan mengajak anak korban untuk bermain salah satu game online. Setelah itu para anak korban diberikan akun game online tersebut dan diiming-imingi akan diberikan uang berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu dengan syarat para anak korban mau melakukan tindakan seksual. Dari situ para korban lantas melakukan tindakan seksual dengan terduga pelaku baik itu sentuhan alat kelamin hingga persetubuhan,” jelas Rini.
Melansir dari informasi yang dihimpun oleh Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Kemen PPPA, diketahui bahwa aktivitas seksual yang dilakukan oleh para terduga pelaku dengan anak korban secara sengaja di rekam.
Para anak korban pun sadar bahwa rekaman video tersebut akan disebar luaskan oleh para terduga pelaku.
Tidak hanya direkam, ketika sedang melakukan aktivitas seksual tersebut, para terduga pelaku pun beberapa kali melakukan video call melalui salah satu aplikasi percakapan instan dengan klien terduga pelaku yang berasal dari luar negeri.
Terduga pelaku juga mengirimkan video-video anak korban kepada klien nya.
“Para anak korban pun menyadari bahwa orang-orang yang dihubungi oleh para terduga pelaku melalui video call berasal dari luar negeri dengan percakapan mereka yang menggunakan bahasa inggris. Aksi tersebut juga kerap kali dilakukan di kamar hotel ataupun kontrakan. Dari aksi yang dilakukan tersebut, para terduga pelaku berhasil mengeruk keuntungan sekitar $50 USD (lima puluh dollar amerika) hingga $100 USD (seratur dollar amerika) yang jika dirupiahkan sekitar Rp 750 ribu sampai dengan Rp 1.400 juta. Pembayaran dilakukan melalui payment gateway PayPal yang lalu dapat ditarik ke rekening pribadi terduga pelaku dan terduga pelaku berkenalan dengan klien nya melalui aplikasi percakapan instan Telegram,” ungkap Rini.
Lebih lanjut, Rini mengemukakan, Kemen PPPA mendukung penuh segala proses hukum yang dijalankan oleh kepolisian dan memfasilitasi tenaga saksi ahli untuk memberikan pandangannya terkait kasus dugaan Tindak Pidana Pornografi atau dugaan Tindak Pindana Dapat Diaksesnya Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau dokumen yang memiliki muatan kesusilaan dan/atau dugaan Tindak Pidana Perlindungan Anak selama proses hukum berlangsung.
Kemen PPPA juga telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Tangerang dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang untuk mengecek kondisi fisik dan psikologis anak korban serta memberikan pendampingan psikologis kepada anak korban.
UPTD PPA Kota Tangerang juga telah melakukan tracing dan visit ke rumah para anak korban serta melakukan pendampingan dalamproses hukum Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada para anak korban.
“Dari pendampingan psikologis yang telah dilakukan, para anak korban cenderung menunjukkan kecemasan dan memiliki rasa percaya diri yang kurang. Apalagi usia anak korban tengah memasuki tahap remaja awal dimana belum memiliki kematangan secara emosional dan sosial. Para anak korban pun mudah dirayu, dibujuk, dan dipengaruhi oleh para pelaku karena mereka memiliki tingkat intelegensi yang cenderung rendah,” tutur Rini.
Atas tindakan yang dilakukan para terduga pelaku kepada para anak korban, maka terduga pelaku dapat dijerat menggunakan Pasal 82 Ayat (1) Jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Undan-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Terduga pelaku pun dapat diancam dengan hukuman pidana penjara minimal 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
“Kami akan terus mengawal kasus ini dan menyerahkan seluruh proses hukumnya kepada pihak berwajib. Kami menuntut agar para terduga pelaku mendapatkan hukuman berat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Kami juga siap memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh para anak korban dalam hal pendampingan psikososial,” kata Rini.
Dalam kesempatan tersebut, Rini mengingatkan kepada orang tua agar selalu melakukan pengawasan dan memperhatikan segala sikap dan perilaku anak juga lingkungan sekitar agar dapat dengan mudah mendeteksi adanya perubahan atau ketimpangan pada anak.
Keluarga memiliki peran utama dalam memberikan pengawasan terhadap perilaku dan tumbuh kembang anak dengan rutin melakukan deteksi dini terhadap potensi-potensi perilaku berisiko atau menyimpang.
Rini juga menyampaikan agar masyarakat segera melapor kepada pihak berwajib jika mendapatkan atau menemui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di sekitarnya.
Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali.
Kemen PPPA mendorong masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kasus kekerasan segera melaporkannya kepada SAPA 129 Kemen PPPA melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat.
[Redaktur: Zahara Sitio]