Nasaruddin memperingatkan bahaya krisis iklim yang dampaknya bisa lebih parah daripada konflik bersenjata.
“Kalau kita tidak berhasil menciptakan harmoni antara lingkungan hidup dan lingkungan alam, maka tingkat kematian manusia itu sangat dahsyat,” jelasnya.
Baca Juga:
PPATK dan KPK Buru Jejak Aliran Dana Korupsi Kuota Haji Rp1 Triliun
Ia juga menilai bahwa pendekatan berbasis agama dan spiritualitas jauh lebih efektif dalam menumbuhkan kesadaran ekologis dibandingkan wacana politik atau diplomatik semata.
Dengan mengutip Max Weber, Nasaruddin menyatakan bahwa perubahan besar dalam masyarakat membutuhkan transformasi baik dalam sistem pengetahuan (logos) maupun nilai (ethos).
AICIS+, lanjutnya, bukan hanya forum akademik, tapi juga menjadi ajang pencarian solusi moral dan spiritual terhadap tantangan global.
Baca Juga:
KPK Sebut Khalid Basalamah Dipaksa Bayar, Dirjen PHU Enggan Berkomentar Banyak
Senada dengan itu, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Suyitno, menyampaikan bahwa AICIS 2025 akan tampil dengan pendekatan baru, yang mengintegrasikan unsur teologi, kemajuan teknologi, dan isu keberlanjutan dalam satu kerangka ilmiah.
“Kita ingin pemikiran Islam tidak hanya relevan, tapi juga responsif terhadap persoalan-persoalan global,” ujarnya.
Dengan mengusung Kurikulum Cinta dan gagasan ekoteologi, Kemenag berharap pendidikan Islam Indonesia mampu menjadi poros kekuatan moral untuk menciptakan masyarakat damai dan berkelanjutan.