Nasaruddin memperingatkan bahaya krisis iklim yang dampaknya bisa lebih parah daripada konflik bersenjata.
“Kalau kita tidak berhasil menciptakan harmoni antara lingkungan hidup dan lingkungan alam, maka tingkat kematian manusia itu sangat dahsyat,” jelasnya.
Baca Juga:
Jelang Hari Puncak, Data Siskohat Catat 125 Jemaah Haji RI Meninggal
Ia juga menilai bahwa pendekatan berbasis agama dan spiritualitas jauh lebih efektif dalam menumbuhkan kesadaran ekologis dibandingkan wacana politik atau diplomatik semata.
Dengan mengutip Max Weber, Nasaruddin menyatakan bahwa perubahan besar dalam masyarakat membutuhkan transformasi baik dalam sistem pengetahuan (logos) maupun nilai (ethos).
AICIS+, lanjutnya, bukan hanya forum akademik, tapi juga menjadi ajang pencarian solusi moral dan spiritual terhadap tantangan global.
Baca Juga:
Jemaah Calon Haji Asal Tapteng Diserahkan ke Kemenag Sumut
Senada dengan itu, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Suyitno, menyampaikan bahwa AICIS 2025 akan tampil dengan pendekatan baru, yang mengintegrasikan unsur teologi, kemajuan teknologi, dan isu keberlanjutan dalam satu kerangka ilmiah.
“Kita ingin pemikiran Islam tidak hanya relevan, tapi juga responsif terhadap persoalan-persoalan global,” ujarnya.
Dengan mengusung Kurikulum Cinta dan gagasan ekoteologi, Kemenag berharap pendidikan Islam Indonesia mampu menjadi poros kekuatan moral untuk menciptakan masyarakat damai dan berkelanjutan.