WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat prasejahtera melalui program strategis Sekolah Rakyat Berasrama.
Inisiatif nasional ini dirancang untuk memutus rantai kemiskinan antargenerasi dengan memberikan layanan pendidikan gratis, berkualitas, serta berasrama bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu di seluruh Indonesia.
Baca Juga:
KPK Larang 4 Nama Terbang ke Luar Negeri, Skandal Bansos Kian Melebar
Program unggulan tersebut merupakan gagasan langsung Presiden Prabowo Subianto, dan dijalankan di bawah koordinasi Kementerian Sosial (Kemensos) dengan dukungan penuh dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan sejumlah lembaga lintas sektor.
Analis Madya Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Roni Parasian, menjelaskan bahwa penyelenggaraan Sekolah Rakyat Berasrama dilakukan dengan efisiensi tinggi melalui sinergi anggaran antar-kementerian.
“Pemerintah mampu mengombinasikan berbagai program yang ada, sehingga Sekolah Rakyat tidak akan membebani APBN. Semua program Presiden tetap berjalan beriringan,”
ujarnya dalam diskusi publik ‘APBN 2026: Membangun Generasi Unggul’ di Jakarta, Rabu (8/10/2025).
Baca Juga:
Kasus Bansos Kemensos: KPK Tetapkan 5 Tersangka, Kerugian Rp200 Miliar
Pada tahap awal, pemerintah telah meluncurkan Sekolah Rakyat Rintisan pada tahun ajaran 2025/2026 dengan memanfaatkan aset-aset negara yang direnovasi menjadi sarana pendidikan berasrama.
Tahapan berikutnya direncanakan dimulai pada 2026 dengan pembangunan gedung baru di berbagai daerah, serta perluasan jangkauan program hingga tahun 2029. Saat ini, tercatat 165 sekolah rintisan telah beroperasi di berbagai provinsi.
Sekretaris Jenderal Kemensos Robben Rico menambahkan, program ini muncul dari keprihatinan atas lambatnya penurunan angka kemiskinan serta tingginya jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS).
“Sebagian besar putus sekolah karena alasan ekonomi. Program Sekolah Rakyat diharapkan menjawab persoalan tersebut melalui pendidikan gratis berasrama yang komprehensif,”
jelasnya.
Ia juga mencontohkan, di Jawa Timur saja terdapat lebih dari 400 ribu anak usia SMA yang tidak melanjutkan sekolah, sehingga intervensi nyata sangat dibutuhkan.
Sementara itu, pengamat pendidikan Ina Liem menilai konsep sekolah berasrama sebagai langkah progresif yang tidak hanya menyediakan akses belajar, tetapi juga perlindungan sosial bagi anak-anak rentan.
“Sekolah reguler tidak cukup. Anak-anak ini perlu lingkungan aman dan terproteksi 24 jam agar bisa fokus belajar,”
tegasnya.
Kepala SMA Rakyat 10 Jakarta, Ratu Mulyanengsih, turut memberikan apresiasi terhadap kebijakan ini.
“Banyak siswa kami korban kekerasan dan berasal dari lingkungan keras. Sekolah ini hadir untuk memutus rantai kemiskinan dan kekerasan,”ujarnya.
Ia menilai keberadaan sekolah rakyat mampu menjadi ruang pemulihan dan pembinaan karakter bagi remaja dari latar belakang sulit.
Dengan dukungan lintas lembaga, pemerintah menargetkan Sekolah Rakyat Berasrama menjadi motor utama dalam percepatan pengentasan kemiskinan, sekaligus membangun generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045.
Program ini diharapkan menjadi tonggak baru pemerataan pendidikan yang inklusif, humanis, dan berkeadilan sosial.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]