Menurut Ninik, hal ini menjadi kontaproduktif dengan upaya perlindungan korban.
“Kami memiliki 3 (tiga) catatan penting yang dapat direkomendasikan. Pertama, perkembangan jurnalis perempuan semakin banyak, tetapi penekanan pada perspektif gender justru berkurang. Kedua, sudah ada institusi pers yang menginisiasi wacana dan diskusi soal gender dan perlindungan korban, tetapi di lembaga yang lain belum ada sama sekali sehingga ada disparitas pengetahuan ini kepada para jurnalis ketika akan menuliskan dan menjadi produk redaksi,” jelasnya.
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
Dan ketiga, ada tantangan di industri media, misalnya perusahaan media belum memiliki kesamaan terhadap kepedulian pada penekanan pentingnya perlindungan korban dan responsif gender.
Sementara itu, Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Dewan Pers, Tri Agung Kristanto menyebutkan, pihaknya telah melakukan upaya-upaya peningkatan perspektif gender dan pengetahuan terkait hak-hak perempuan bagi wartawan/jurnalis/pewarta dalam penyusunan produk jurnalistik, salah satunya Peraturan Dewan Pers Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pers.
“Bagi saya, di lingkungan pers artinya bukan hanya di perusahaan atau organisasi pers, tapi juga menyangkut publik karena pers hidup dengan masyarakat. Pers adalah cermin dari masyarakat itu sendiri,” ujarnya.
Baca Juga:
Arifah Fauzi Sebut 3 Program Prioritas Kemen PPPA Butuh Sinergi Antar Kementerian dan Lembaga
Dewan Pers sendiri telah mengesahkan Peraturan Dewan Pers Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman. Di dalam peraturan ini juga telah disebutkan perspektif gender dan masyarakat rentan, dan salah satu bagian dari masyarakat rentan adalah perempuan.
[Redaktur: Zahara Sitio]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.