Dikisahkan, perwira tersebut adalah
seorang pemuda bernama Chairul Basri, dan kain merah putih itu
diperolehnya dari Hitoshi Shimizu, Kepala Sendenbu (Departemen Propaganda).
Pada 1978, Hitoshi Shimizu diundang
Presiden Soeharto untuk menerima penghargaan dari Pemerintah Indonesia, karena dianggap berjasa meningkatkan hubungan Indonesia-Jepang.
Baca Juga:
Sikapi Berbagai Isu Miring, Kemenko Polhukam Panggil Pengelola PIK
Usai menerima penghargaan, Shimizu
bertemu dengan kawan-kawannya semasa pendudukan Jepang.
"Pada kesempatan itulah Ibu Fatmawati bercerita kepada Shimizu bahwa bendera pusaka itu kainnya dari Shimizu," ujar Chairul Basri, dalam
memoarnya, Apa yang Saya Ingat.
Pada kesempatan lain, waktu berkunjung
lagi ke Indonesia, Shimizu menceritakan kepada Chairul Basri bahwa dia pernah
memberikan kain merah putih kepadanya untuk diserahkan kepada Fatmawati.
Baca Juga:
Jokowi dan Suara Parpol soal Amandemen UUD
Kain itu diperoleh dari sebuah gudang
Jepang di daerah Pintu Air, Jakarta Pusat, di depan bekas Bioskop Capitol.
"Saya diminta oleh Shimizu untuk
mengambil kain itu dan mengantarkannya kepada Ibu
Fatmawati," kenang Chairul.
Sementara, dalam
versi lain, diceritakan jika kain berwarna merah yang dijadikan bendera
tersebut berasal dari warung tenda soto yang dibeli seharga Rp 500 sen.