WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Menteri Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI, Nezar Patria, menyatakan bahwa pemerintah belum mengambil langkah konkret terkait aksi teror berupa pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica), yang terjadi pada Rabu (19/3/2025).
Menurut Nezar, pemerintah akan bertindak berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian.
Baca Juga:
Kejari Jakpus Usut Korupsi Pengadaan Barang PDNS 2020-2024, Kerugian Negara Sampai Ratusan Milyar
"Ya, tergantung nanti hasil penyidikannya seperti apa," ujar Nezar di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Ia menegaskan bahwa kebebasan pers harus dilindungi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers. Jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, penyelesaiannya harus mengacu pada regulasi yang berlaku.
"Kebebasan pers itu dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Kalau ada hal yang dianggap tidak sesuai, ya harus diselesaikan berdasarkan UU Pers," katanya.
Baca Juga:
Kemenperin: 20 Produk Apple Sudah Kantongi Sertifikat TKDN
Laporkan Teror ke Polisi
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) bersama tim Tempo telah melaporkan kasus dugaan ancaman ini ke pihak kepolisian pada Jumat, 21 Maret 2025.
Koordinator KKJ, Erick Tanjung, menilai aksi tersebut sebagai bentuk ancaman pembunuhan terhadap jurnalis.
“Hari ini kami resmi melaporkan teror berupa pengiriman paket kepala babi ke kantor redaksi Tempo yang ditujukan kepada seorang jurnalis perempuan Tempo sekaligus host Bocor Alus,” ujar Erick Tanjung di lobi Bareskrim Polri, Jakarta.
Desakan Perlindungan bagi Jurnalis
Aksi teror ini memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk Konsorsium Jurnalisme Aman yang terdiri dari Yayasan Tifa, Human Rights Working Group (HRWG), dan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN).
Mereka mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan nyata terhadap kebebasan pers.
Direktur Eksekutif Yayasan Tifa, Oslan Purba, menilai insiden ini bukan sekadar ancaman terhadap individu, tetapi juga menandakan tekanan terhadap kebebasan pers.
“Pengiriman paket kepala babi ini adalah bentuk nyata teror terhadap kebebasan pers dan mencerminkan kecenderungan negara yang otoriter serta anti-kritik. Pemerintah harus menjamin kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di Indonesia," tegas Oslan dalam pernyataannya, Kamis, 20 Maret 2025.
Cica sendiri merupakan salah satu host siniar “Bocor Alus Politik.” Paket kepala babi tersebut baru dibuka pada Kamis sore, 20 Maret 2025.
Sebelumnya, host siniar lainnya, Hussein Abri Dongoran, juga mengalami teror serupa dengan dua kali perusakan kendaraan oleh orang tak dikenal pada Agustus dan September 2024.
Kejadian tersebut diduga berkaitan dengan aktivitas jurnalistiknya.
Ancaman terhadap Jurnalis
Menurut laporan Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 yang disusun oleh Yayasan Tifa, PPMN, dan HRWG bekerja sama dengan Populix, kekerasan terhadap jurnalis masih marak terjadi, terutama dalam masa transisi pemerintahan.
Dari survei terhadap 760 jurnalis di Indonesia, sebanyak 24 persen mengalami teror dan intimidasi, 23 persen menghadapi ancaman langsung, 26 persen mendapat pelarangan pemberitaan, dan 44 persen mengalami pembatasan liputan.
Direktur Eksekutif PPMN, Fransisca Ria Susanti, memperingatkan bahwa jika kasus ini tidak diusut tuntas, ancaman terhadap jurnalis bisa semakin meningkat.
“Kita tidak ingin jurnalis atau masyarakat hidup dalam ketakutan hanya karena menyampaikan kritik terhadap kekuasaan atau memiliki pandangan yang berbeda dari pemerintah,” pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]