"Dalam perspektif Indonesia, kita mempunyai keunggulan kompetitif terhadap energi hijau yang kemudian bisa kita penetrasi kepada pasar di mana pun, Eropa, Amerika, di mana saja. Karena kita saling membutuhkan, kita harus membangun komunikasi politik, komunikasi ekonomi yang win-win, yang saling menguntungkan," jelasnya.
Terkait hidrogen, Bahlil menyatakan bahwa teknologi ini kini semakin terjangkau dan kompetitif, sehingga potensial untuk dikembangkan lebih luas dalam industri strategis nasional.
Baca Juga:
Tingginya Minat akan Kendaraan Listrik Dorong Pemerintah Indonesia dan Korsel Bangun Pusat Layanan
Kementerian ESDM, lanjutnya, juga akan mendorong lahirnya regulasi pendukung, termasuk struktur harga yang lebih baik guna membuka pasar yang lebih besar.
"Semakin hari, akan dilakukan efisiensi terhadap penemuan-penemuan teknologi baru. Dan saya menunggu agar ini menjadi bagian terpenting dalam kontribusi kita kepada bumi, untuk mendorong energi baru dan terbarukan,"
tandas Bahlil.
Pada kesempatan yang sama, Bahlil meluncurkan Buku Roadmap Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN), yang disiapkan sebagai pedoman strategis dalam pengembangan ekosistem hidrogen dan amonia, baik di tingkat nasional maupun global.
Baca Juga:
Percepat Ekosistem KLBB, Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan Bangun Service Center
Direktur Jenderal EBTKE, Eniya Listiyani Dewi, menjelaskan bahwa RHAN mencakup berbagai strategi produksi, pemanfaatan, serta rencana implementasi dan aksi konkret dari berbagai sektor industri.
"Buku RHAN merupakan dokumen yang mencakup analisis produksi, pemanfaatan, dan bagaimana strategi implementasinya, juga rencana aksi. Kami sudah mengidentifikasi dari berbagai industri, ada 215 rencana aksi di dalam roadmap ini. Kita melihat perspektif mendatang untuk mengembangkan ekosistem hidrogen dan amonia di dalam negeri maupun global," ujar Eniya.
Selain peluncuran roadmap, pembukaan GHES 2025 juga diisi dengan penandatanganan sejumlah Nota Kesepahaman (MoU) terkait kerja sama pemanfaatan hidrogen di berbagai sektor.