Starlink ingin menjual layanan akses internet pada masyarakat di daerah pedesaan. Selain juga bagian lain dunia yang belum memiliki akses broadband berkecepatan tinggi.
"Starlink sangat cocok untuk area di dunia di mana konektivitas biasanya menjadi tantangan," tulis Starlink pada situs webnya.
Baca Juga:
Luhut Bongkar Strategi Penting Pemerintah Hadapi Pandemi di Hadapan Kabinet Merah Putih
"Tidak terbatas infrastruktur darat tradisional, Starlink bisa memberikan internet broadband berkecepatan tinggi ke lokasi di mana akses tidak bisa diandalkan atau sama sekali tidak tersedia".
Laman We Forum menuliskan satelit orbit rendah Bumi atau low-earth orbit (LEO) merupakan teknologi untuk merevolusi internet. LEO jadi jawaban untuk internet dapat tersedia di wilayah-wilayah pedalaman.
We Forum menjelaskan satelit ini bisa membantu menghubungkan masyarakat yang tidak terhubung dan menjembatani kesenjangan digital yang meninggalkan komunitas terpencil dan pedesaan.
Baca Juga:
Penasaran? Simak, Ini Tugas Dewan Ekonomi Nasional yang Dipimpin Luhut
LEO beroperasi lebih dekat ke planet, sekitar hingga 2.000 km di atas permukaan Bumi. Ini jauh lebih dekat dari satelit geostasioner tradisional yang mencapai sekitar 36 ribu km di atas permukaan Bumi.
Satelit LEO, termasuk Starlink menghadapi banyak perdebatan oleh sejumlah astronom. Satelit-satelit tersebut menghadapi isu lalu lintas antariksa serta meningkatnya sampah antariksa. Selain itu juga ada kekhawatiran terkait polusi cahaya yang menghalangi pandangan langit malam.
Tahun 2019, tak lama setelah Starlink pertama disebarkan, International Astronomical Union merilis pernyataan peringatan soal konsekuensi yang tidak terduga untuk pengamatan bintang dan perlindungan satwa liar nokturnal.