WAHANANEWS.CO, Denpasar - Dukungan terhadap langkah besar Pemerintah Provinsi Bali untuk menjadi destinasi wisata bebas sampah dunia terus mengalir.
Salah satunya datang dari relawan nasional DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, yang mengapresiasi komitmen dan keberanian Bali dalam menjawab tantangan global terkait pengelolaan sampah.
Baca Juga:
Larangan Air Kemasan Kecil di Bali Bisa Rugikan Konsumen, BPKN Ingatkan Hak Pilih dan Beban Biaya
“Bali tidak hanya sedang menjaga wajah Indonesia di mata dunia, tapi juga memberi contoh konkret bagaimana semestinya pembangunan pariwisata dilakukan, yakni berkelanjutan dan berpihak pada lingkungan hidup,” ujar Ketua Umum DPP MARTABAT, KRT Tohom Purba pada wartawan, Sabtu (19/4/2025).
Menurutnya, peluncuran Gerakan Bali Bersih Sampah yang diresmikan Gubernur Bali Wayan Koster merupakan bentuk kepemimpinan berani yang patut ditiru daerah lain.
Terlebih, langkah ini diambil justru ketika citra Bali sempat terguncang setelah media perjalanan dunia, Fodor’s Travel, menempatkan pulau dewata dalam daftar destinasi “yang sebaiknya tidak dikunjungi” pada 2025.
Baca Juga:
Setelah Tangkap Pencuri Ponsel, Kasus Pemerkosan di Bali Jadi Terungkap
“Stigma buruk itu dijawab dengan tindakan nyata. Ini bukan sekadar kampanye hijau, tapi gerakan berbasis kebijakan, regulasi, dan partisipasi publik. MARTABAT melihat ini sebagai wujud nyata leadership for sustainability, yang sejalan dengan visi Prabowo-Gibran,” ungkap Tohom.
Ia menilai, Surat Edaran Gubernur Bali No. 9 Tahun 2025 yang melarang penggunaan plastik sekali pakai, serta larangan penjualan air minum dalam kemasan plastik di bawah 1 liter, adalah langkah progresif yang menunjukkan keseriusan.
Namun, ia juga mengingatkan pentingnya dukungan sistemik dan gotong royong lintas sektor untuk menjamin keberlanjutan program ini.
“Jangan biarkan inisiatif strategis ini berhenti di meja birokrasi. Keterlibatan pelaku industri, masyarakat adat, akademisi, dan dunia usaha harus dijadikan poros gerakan,” kata Tohom.
Tohom yang juga Pemerhati Lingkungan dan Energi ini menambahkan bahwa akar persoalan pengelolaan sampah di Indonesia seringkali bukan hanya soal teknologi atau regulasi, tetapi soal pola pikir dan budaya.
Ia mengajak semua pihak, terutama generasi muda, untuk menjadikan gaya hidup ramah lingkungan sebagai identitas baru bangsa.
“Kita tidak bisa berharap Bali bersih kalau perilaku kita masih kotor. Tantangan terbesar bukan pada tumpukan sampah, tapi pada tumpukan ego dan sikap acuh. Pendidikan ekologis harus dimulai sejak dini, dari rumah dan sekolah,” tegasnya.
Tohom juga menyoroti pentingnya inovasi dalam penyediaan infrastruktur dan teknologi daur ulang.
Menurutnya, pengelolaan sampah berbasis sumber harus disertai insentif dan akses yang mudah terhadap fasilitas TPS3R, termasuk pelibatan UMKM dalam rantai daur ulang.
MARTABAT Prabowo-Gibran sendiri, kata dia, akan terus mendorong pengelolaan sampah yang tidak hanya bertumpu pada larangan, tetapi juga pada pendekatan kreatif dan inovatif.
Menurut Tohom, sudah saatnya daerah-daerah di Indonesia menjadikan sampah sebagai potensi ekonomi dan ruang inovasi sosial, bukan semata-mata beban lingkungan.
“Pengelolaan sampah harus masuk ke ranah teknologi, desain, dan kewirausahaan. Kita bisa dorong ekosistem industri daur ulang, kreator produk ramah lingkungan, hingga ekonomi sirkular berbasis komunitas,” ujarnya.
Tohom menegaskan, pendekatan baru ini harus tumbuh dari semangat lokal, diberdayakan dengan dukungan regulasi, dan disinergikan dengan visi nasional.
“Kalau Bali bisa menjadi pelopor, maka daerah lain bisa menjadi pengembang inovasi,” tutupnya.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]