WahanaNews.co |
Dalam lima tahun terakhir ini, terjadi lonjakan utang pada sejumlah Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), termasuk tentunya PT PLN (Persero).
Kondisi pandemi Covid-19 pun diproyeksikan
dapat meningkatkan risiko, tak hanya bagi neraca keuangan perusahaan, tapi juga
fiskal dan perekonomian, sehingga perlu dicarikan penyelesaiannya.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Berdasarkan catatan
Kementerian BUMN, total utang perusahaan negara hingga kuartal ketiga 2020
mencapai Rp 1.682 triliun, naik Rp 289 triliun dibandingkan posisi akhir 2019.
Sementara berdasarkan data
Statistik Utang Luar Negeri BI, pinjaman asing BUMN per Maret 2021 mencapai US$
59,65 miliar, atau setara Rp 851,160 triliun (kurs Rp 14.400 per dolar AS).
Nilai itu setara dengan 28
persen dari total Utang Luar Negeri (ULN) swasta.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Salah satu BUMN yang memiliki
utang jumbo tersebut adalah PT PLN (Persero),
yakni sebesar Rp 500 triliun.
Penyebab utama perusahaan
yang memonopoli penjualan listrik ini hingga berutang sangat besar itu ada
beberapa faktor.
Direktur Utama PLN, Zulkifli
Zaini, pernah mengatakan, utang perusahaan membengkak sejak 2019.