WahanaNews.co | Kinerja perekonomian global tengah menunjukkan fluktuasi akibat dampak The Perfect Storm yang memicu peningkatan risiko stagflasi dan resesi di berbagai negara di belahan dunia.
Dinamika global tersebut akan turut berdampak pada stabilitas perekonomian nasional, sehingga penguatan dan kalkulasi terkait upaya memperkuat kinerja berbagai sektor perekonomian perlu dilakukan.
Baca Juga:
Jejak Legendaris Soemitro Djojohadikusumo, Pilar Penting di Balik Karier Prabowo
Untuk mengantisipasi imbas dan mengurangi dampak di berbagai sektor dari dinamika geopolitik baik secara langsung maupun tidak langsung bagi Indonesia, Pemerintah perlu melakukan berbagai upaya navigasi kebijakan terutama dalam menghadapi tantangan dan ketidakpastian akibat krisis global di sektor energi dan pangan.
Hal tersebut terungkap dalam perbincangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, saat melakukan pertemuan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, beberapa waktu lalu.
”Saya menyambut baik kunjungan dari sahabat saya, Bapak Prabowo Subianto, untuk membahas berbagai isu penting dan strategis di tingkat global, yang berdampak pada kehidupan bangsa Indonesia, mulai dari isu ketahanan pangan, krisis energi, ancaman krisis keuangan di berbagai negara lain, serta sejumlah tantangan yang sedang dihadapi masyarakat dunia,” ungkap Menko Airlangga.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Usulkan Two-State Solution untuk Akhiri Konflik Gaza dalam Pertemuan dengan AS
Dalam pertemuan empat mata di ruang kerja Menko Airlangga tersebut, kedua Menteri bertukar pikiran mengenai berbagai tantangan saat ini yang berkaitan dengan isu-isu kemandirian ekonomi bangsa, ketahanan nasional, keamanan, dan perkembangan geopolitik dunia.
Selain itu, ketegangan geopolitik yang diikuti pemberlakuan kebijakan proteksionisme di sejumlah negara dinilai mampu menjadi pemicu ketidakpastian pasar keuangan global akibat terganggunya rantai pasokan, hingga berimbas pada tekanan inflasi yang kian mendalam.
Kondisi tersebut juga akan membuat melambungnya harga komoditas yang dapat menimbulkan krisis energi dan pangan global, termasuk bagi Indonesia.