“Percaya diri itu harus diajarkan sejak kecil, lewat keberanian untuk berbicara dan berpendapat. Internet harus digunakan untuk mengakses ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya,” tegasnya.
Selain mendorong keterlibatan perempuan, Meutya juga mengingatkan pentingnya perlindungan bagi anak dan perempuan di dunia maya.
Baca Juga:
Meutya Hafid: Perempuan Pelaku UMKM adalah Pahlawan Masa Kini Penggerak Ekonomi Nasional
Berdasarkan data Kemkomdigi, dalam empat tahun terakhir tercatat 1.902 kasus kekerasan berbasis gender online serta lebih dari 5,5 juta konten pornografi anak yang berhasil ditangani.
Sebagai bentuk langkah nyata, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital, atau dikenal sebagai PP Tunas, yang mengatur batas usia anak sebelum dapat mengakses media sosial.
“Indonesia menjadi negara kedua di dunia setelah Australia yang menerapkan aturan ini. Kami ingin memastikan anak-anak terlindungi dari paparan konten negatif dan adiksi digital,” jelas Meutya.
Baca Juga:
PPATK Ungkap Transaksi Turun Drastis di 2025, Warga RI Tinggalkan Judol
Lebih lanjut, Meutya menegaskan komitmen pemerintah untuk memperluas konektivitas digital yang inklusif dan berkeadilan gender.
Saat ini, konektivitas nasional baru mencapai 80,8 persen populasi, dan upaya terus dilakukan untuk menjangkau wilayah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal).
Selain memperluas jaringan, Kemkomdigi juga mengembangkan program literasi digital, mentoring startup perempuan, serta pelatihan di sektor gim dan ekonomi kreatif.