WahanaNews.co | Dalam rangka mengawal implementasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mendorong partisipasi Forum Pengada Layanan (FPL) dalam memberikan perlindungan dan penanganan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Menteri PPPA menyampaikan, peran FPL sebagai wadah dari para pendamping korban kekerasan menjadi sangat penting agar kebijakan yang ada di level pusat dapat diterapkan ke level akar rumput.
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
“Kami jajaran dari Kemen PPPA mengapresiasi peran Forum Pengada Layanan (FPL) yang senantiasa berjuang bagi para perempuan dan anak korban kekerasan untuk mendapatkan keadilan. Teman-teman dari FPL merupakan orang-orang yang paling tahu tentang kendala yang dihadapi di lapangan, mulai dari pendampingan kasus, perlindungan dan pemulihan korban. Oleh karenanya, kami sangat terbuka terhadap masukan dan rekomendasi dari FPL dalam rangga menyelesaikan isu-isu yang terjadi di lapangan, serta dalam implementasi UU TPKS di lapangan,” kata Menteri PPPA dalam sebuah acara diskusi yang diadakan bersama FPL beberapa waktu lalu.
Menteri PPPA menyampaikan upaya yang telah dilakukan guna mendukung implementasi UU TPKS dan mendorong pelayanan korban kekerasan yang dapat dimanfaatkan oleh FPL, diantaranya penyediaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK NF PPA) yang sudah diberikan sejak tahun 2021.
Menteri PPPA mendorong FPL mengawal penggunaan alokasi anggaran DAK NF PPA yang dapat digunakan untuk kebutuhan penjangkauan korban yang berada di lokasi terpencil, visum, dan pendampingan korban.
Baca Juga:
Kemen PPPA Kawal Kasus Penyekapan Anak di Jakarta
“Kami ingin teman-teman dari FPL untuk mengawal penggunaan DAK NF PPA ini. Karena kalau melihat realisasinya sudah baik tapi belum maksimal. Diharapkan teman-teman pendamping bisa menggunakannya untuk kepentingan terbaik bagi korban kekerasan,” jelas Menteri PPPA.
Menteri PPPA menyampaikan salah satu mandat UU TPKS adalah dibentuknya Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Guna mendorong implementasi UPTD PPA di daerah, Perpres Nomor 55 Tahun 2024 tentang UPTD PPA telah disahkan.
FPL diharapkan dapat turut serta mengawal implementasi UPTD PPA yang memberikan layanan terintegrasi bagi korban sehingga korban bisa mendapatkan hak-haknya untuk memperoleh keadilan dan pemulihan.
“Kehadiran UPTD PPA menjadi sangat penting ketika bicara tentang penanganan dan perlindungan korban kekerasan. Kemen PPPA telah berjuang mendorong pembentukan UPTD PPA melalui koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan pemerintah daerah,” tambahnya.
Ia berharap rekan-rekan FPL dapat turut serta mengawal dibentuknya UPTD PPA yang sesuai dengan mandat UU TPKS Pasal 76 ayat (2), yang berbunyi bahwa pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota wajib membentuk UPTD PPA yang menyelenggarakan penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban, keluarga korban, dan/ atau saksi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai UPTD PPA diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2024 yang disahkan dan diundangkan pada 22 April 2024.
Dalam menerapkan tata kelola baru, jika pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam pembentukan UPTD PPA atau menyelenggarakan pelayanan terpadu penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban TPKS, rekan-rekan bisa menyampaikannya ke kami untuk kami bantu koordinasikan.
Menteri PPPA juga mendorong FPL dapat terus mengawal pengesahan peraturan turunan TPKS. Saat ini masih ada 3 (tiga) peraturan turunan yang menunggu pengesahan dari presiden dan 1 (satu) yang telah selesai diharmonisasi.
Dalam diskusi terdapat beberapa hal yang turut menjadi perhatian diantaranya pemberdayaan perempuan korban kekerasan dan kepala keluarga. Mendukung hal tersebut, Kemen PPPA telah menjalin kerjasama dengan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) melalui program PNM Mekaar dalam memberikan pelatihan kewirausahaan dan sosialisasi terkait gender.
Lebih lanjut, diskusi turut membahas terkait salah satu bentuk kekerasan yang perlu diselesaikan yakni pemaksaan perkawinan anak.
Berbagai upaya telah dilaksanakan Kemen PPPA diantaranya perubahan usia minimum perkawinan, melaksanakan koordinasi dengan pemerintah daerah dan Kementerian Agama untuk mendorong disahkannya peraturan yang dapat mendukung penurunan angka perkawinan anak.
Guna melanjutkan upaya tersebut, diharapkan FPL dapat turut serta mengawal pencegahan perkawinan anak di daerah.
Koordinator Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan, Siti Mazuma mengapresiasi Kemen PPPA yang telah melibatkan FPL dalam menjalankan program peningkatan kapasitas.
FPL akan terus mendorong implementasi UU TPKS dari pengalaman pendamping/lembaga penyedia layanan dan perspektif keadilan gender, keadilan geografis (3T), serta kelompok rentan.
Adapun isu yang disoroti dalam memastikan perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan diantaranya; (1) perkawinan anak dalam praktek adat dan agama serta dispensasi kawin; (2) implementasi UU TPKS di daerah dengan pemberlakukan syariat agama, praktik adat, situasi bencana dan daerah kepulauan; (3) irisan dan konflik hukum antara UU TPKS dengan peraturan lain yang berdampak pada korban; dan, (4) kompetensi perlindungan pendamping, partisipasi masyarakat, dan keberlanjutan lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat dalam mengawal implementasi UU TPKS.
[Redaktur: Zahara Sitio]