Bhima juga menambahkan bahwa sektor usaha formal seperti manufaktur dan pengolahan semakin terpuruk karena tidak mampu bersaing dengan barang impor murah, sehingga harus melakukan efisiensi biaya tenaga kerja.
Selain itu, Bhima mengatakan UU Cipta Kerja juga membuat pekerja menjadi rentan karena kenaikan upah minimum yang kecil dan tak bisa mengimbangi kenaikan harga-harga barang.
Baca Juga:
Kadin: Pemimpin Solo Masa Depan Harus Pahami Masalah untuk Kesejahteraan Masyarakat
Jika masalah tersebut tak diselesaikan, Bhima mengatakan cita-cita menjadi negara maju di 2045 akan sulit dicapai Indonesia.
"Ini hanya sekedar impian pepesan kosong selama masih banyak kelas menengah yang masuk kategori sangat rentan," katanya.
Pengamat CELIOS, Nailul Huda, menyatakan bahwa masalah mendasar terletak pada pasar tenaga kerja yang melimpah tetapi lapangan kerja yang sedikit. Kombinasi kedua kondisi ini menekan pendapatan tenaga kerja.
Baca Juga:
Pramuka Sergai Siap Hadapi Tantangan Zaman, Bupati Tekankan Pentingnya Pendidikan Karakter
"Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, harga (upah) akan semakin ditekan oleh pengusaha. Artinya, pasar tenaga kerja kita adalah oligopsoni," ujarnya.
Jika kondisi ini terus berlanjut, kesejahteraan pekerja akan semakin jauh dari kata ideal. Pendapatan di bawah Rp5 juta tidak akan mampu mengatasi kemiskinan.
Pendapatan pekerja hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari tanpa ada peluang untuk meningkatkan kesejahteraan. Hal ini, menurutnya, akan berbahaya bagi target Indonesia Emas 2045.