Pemerintah pusat termasuk pemerintah daerah mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk melindungi, menghormati, dan menjamin pemenuhan hak asasi manusia semua warganya tanpa terkecuali.
Salah satu kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan yang diatur pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah pengadaan tanah demi kepentingan umum
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Menurut lampiran huruf J. UU No. 23/2014 dalam hal penetapan lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi sementara Pemerintah Pusat berwenang sebagai pihak pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pengadaan tanah yaitu proses menyiapkan tanah dengan imbalan yang layak dan adil. Sedangkan kepentingan negara dan masyarakat yang wajib dipenuhi Pemerintah dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat itulah yang oleh undang-undang diartikan sebagai kepentingan umum.
Meskipun pengadaan tanah merupakan salah satu kewenangan Pemerintah, akan tetapi dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum masih terdapat masalah salah satunya seringkali Pemerintah melaksanakan pembebasan yang tujuannya adalah untuk swasta membangun fasilitas umum
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Namun tidak jarang pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol bukanlah untuk kepentingan umum karena jalan tol tidak dapat dinikmati secara langsung oleh seluruh masyarakat Indonesia sebab hanya masyarakat yang dapat membayar tarif tol dan kendaraan roda empat keatas saja yang dapat menikmatinya.
Pembangunan guna kepentingan umum pada prinsipnya menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), namun pembangunan jalan tol saat ini banyak bersinggungan dengan badan usaha swasta yang orientasinya adalah untuk bisnis atau keuntungan sehingga tidak dapat disebut sebagai kepentingan umum.
"Pasal 28 H ayat (4) UUD NRI 1945 telah jelas memberikan jaminan bahwa setiap orang berhak punya hak milik pribadi dan hak itu tidak bisa dirampas secara sewenang-wenang oleh siapapun. Maknanya, baik negara melalui pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak diperbolehkan mengambil hak milik warganya secara sewenang-wenang," ungkap Syaifuddin.