WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, menegaskan komitmen pemerintah dalam mempercepat pengelolaan sampah nasional agar bisa mencapai target 50 persen pada tahun ini.
Target tersebut merupakan amanat dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN, sebagai arah pembangunan berkelanjutan dan penguatan industri hijau di Indonesia.
Baca Juga:
Pemerintah Dorong Sinergi dan Aturan Baru untuk Dukung Inovasi Pengelolaan Sampah
Dalam paparannya pada forum The 2nd Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 di Jakarta, Jumat (22/8/2025), Diaz mengungkapkan bahwa hingga kini pengelolaan sampah baru menyentuh angka sekitar 39 persen dari total 56,63 juta ton timbulan sampah per tahun.
Dari angka tersebut, hanya 9 persen yang benar-benar termanfaatkan kembali melalui material recovery.
“Pak Presiden Prabowo memberikan target besar. Pengelolaan sampah harus 50 persen tahun ini. Saat ini baru 39 persen. Artinya, pekerjaan rumah kita masih banyak,” ujar Diaz.
Baca Juga:
Tunggu Perpres, Luhut Pastikan Proyek Kereta Cepat Jakarta–Surabaya Tak Mandek
Wamen Diaz menekankan bahwa isu sampah tidak bisa hanya dipandang sebagai urusan kebersihan lingkungan semata.
Persoalan ini berkaitan erat dengan krisis iklim global. Ia menjelaskan, setiap satu ton sampah padat setara dengan 1,7 ton emisi CO2.
Karena itu, keberhasilan mengurangi timbulan sampah akan berdampak signifikan terhadap pencapaian target penurunan emisi karbon Indonesia sebesar 31,89 persen pada tahun 2030, sesuai komitmen internasional.
“Dengan mengurangi sampah, kita juga menurunkan emisi karbon. Jadi sampah bukan hanya urusan TPA, tapi bagian dari strategi iklim nasional,” tegas Wamen Diaz.
Diaz menambahkan bahwa pencapaian target Asta Cita tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah.
Keterlibatan dunia industri, pelaku usaha, akademisi, hingga masyarakat luas menjadi faktor kunci.
“Pemerintah tidak bisa apa-apa tanpa dukungan industri. Justru industri dan inovasi harus lebih dulu bergerak, baru regulasi mengikuti. Jangan sampai regulasi malah menghambat,” katanya.
Ia menyebut beberapa solusi yang dapat dikembangkan, mulai dari teknologi waste to energy (WTE), peningkatan daur ulang, hingga pemanfaatan bioplastik berbahan dasar nabati.
Meski begitu, Diaz menekankan tidak ada satu solusi tunggal yang dapat menyelesaikan seluruh persoalan sampah.
“Recycling, bioplastik, WTE, semuanya penting. Kita harus dorong semua sektor selama masih berbasis bukti ilmiah dan terbukti baik bagi lingkungan,” ujarnya.
Lebih jauh, Diaz juga menyinggung perlunya transisi menuju bio-nafta sebagai alternatif plastik berbasis fosil.
Menurutnya, cadangan minyak bumi dunia semakin terbatas, sehingga inovasi berbasis biomassa harus segera dikembangkan.
“Minyak akan habis. Nafta akan habis. Maka kita perlu inovasi, dari empty fruit branch, tebu, hingga biomassa lain untuk menghasilkan bio-nafta,” terangnya.
Ia menutup paparannya dengan menegaskan kembali bahwa Asta Cita Presiden Prabowo Subianto telah menempatkan isu lingkungan sebagai prioritas pembangunan nasional, terutama melalui penguatan ekonomi hijau dan ketahanan iklim.
Karena itu, forum AIGIS 2025 diharapkan dapat menjadi ruang strategis bagi kolaborasi lintas sektor.
“Kolaborasi ini penting agar target pengelolaan sampah 50 persen bisa tercapai tahun ini. Harapan kami, inovasi yang lahir dari industri dan akademisi dapat segera diimplementasikan dan didukung penuh oleh regulasi,” pungkasnya.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]