WahanaNews.co | Terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) kemarin, Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan mengatakan bahwa semua pihak harus tanggap setelah adanya kerusuhan yang menelan seratusan korban jiwa tersebut.
Oleh sebab itu, BNPB mendorong agar dilakukan pemetaan pengurangan risiko bencana (PRB) konsep lokalitas dalam menyikapi bencana sosial tragedi itu.
Baca Juga:
Update Korban Insiden Kanjuruhan: 131 Orang Meninggal, 547 Luka
“Kita semua tergagap, tercengang begitu, pada saat kita mendengar ada kerusuhan yang berbuntut pada hilangnya nyawa saudara-saudara kita di Stadion Kanjuruhan,” kata Lilik, Selasa (4/10/2022).
Ia menegaskan, perlu adanya pemetaan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dengan konsep lokal sehingga otoritas lokal bisa menjadi penggerak dalam memitigasi risiko bencana sosial seperti tragedi Kanjuruhan.
“Bagaimana lokalitas PRB dalam hal? Nah, ini kita perlu memetakan sebenarnya bagaimana lokal risk, risiko lokal yang ada, lokal authority, siapa otoritas lokal yang kemudian bisa menjadi motor dari pengurangan risiko bencana. Dan lokal action apa yang bisa kita lakukan dalam konteks lokal. Nah, tentu ini adalah hal-hal yang menarik,” ungkap Lilik.
Baca Juga:
Sahroni: Pengusutan Tragedi Kanjuruhan Jangan Berhenti di 6 Tersangka
Ia menambahkan, stadion merupakan salah satu dari tujuh tempat pemetaan BNPB yang memerlukan skala lokal, seperti di antaranya rumah, sekolah, kantor, rumah ibadah, dan sejumlah fasilitas umum lainnya.
“Saya memetakan ada 7 tempat di mana kita beraktivitas setiap hari, mulai dari rumah, dari sekolah, sarana pendidikan, sarana kesehatan, kantor, tempat ibadah, tempat aktivitas ekonomi pasar, maupun sarana prasarana lain termasuk Stadion,” katanya.
Lilik pun mengingatkan bahwa konsep lokalitas PRB merupakan bagian penting dalam pengurangan risiko bencana.
“Local action kita harus melihat masalah infrastruktur, masalah manajemen risiko bencana, masalah edukasi, masalah literasi ini harus menjadi bagian dari kehidupan kita,” paparnya. [rsy]